TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar Hukum: Larangan Mudik dari Pemerintah Tidak Melanggar HAM

Karena larangan itu untuk kesehatan warga negara Indonesia

Ilustrassi penutupan akses bagi pemudik. IDN Times/Tunggul Damarjati

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko “Jokowi” Widodo secara tegas melarang adanya kegiatan mudik kepada masyarakat selama masa pandemik virus corona atau COVID-19.

Pakar Hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho, menilai larangan mudik yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut, bukanlah suatu pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

"Hukum itu melihat konteksnya, hukum itu tidak lepas dari ruang dan waktu. Sekarang kalau melihat konteks seperti ini, saya kira ya tidak melanggar HAM karena dalam kondisi darurat kesehatan," kata Hibnu dikutip dari Antara, Rabu (29/4).

Baca Juga: Kemenhub Bakal Izinkan Mudik untuk Kebutuhan Penting dan Mendesak

1. Larangan mudik justru bertujuan untuk menjaga seluruh warga negara

Ilustrasi. Dishub DIY bersama anggota polisi memantau perbatasan. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Ia mengatakan hal itu terkait dengan adanya anggapan bahwa larangan mudik yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19, merupakan suatu pelanggaran HAM.

Hibnu menjelaskan, larangan tersebut justru bertujuan untuk menyelamatkan seluruh warga negara dari bahaya penularan virus tersebut.

"Ini kan keselamatan di atas segala-galanya, sehingga saya kira gak melanggar HAM. Aturan tidak lepas dari ruang dan waktu, makanya kondisi seperti ini hukum bisa menjadikan suatu aturan untuk kepentingan bersama," ujarnya.

2. Penerapan sanksi bagi para pemudik dinilai tidak efektif

Sejumlah polisi menghentikan pengemudi kendaraan yang tidak menerapkan jarak sosial di tol Jakarta-Cikampek, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (25/4/2020). Penyekatan akses transportasi tersebut untuk membatasi pemudik dari Jakarta yang hendak ke luar kota menggunakan mobil pribadi, angkutan umum dan motor. (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Disinggung mengenai sanksi bagi warga yang nekat mudik khususnya selama Operasi Ketupat 2020, Hibnu mengibaratkan sanksi sebagai pisau bermata dua, sehingga harus dilihat efektivitasnya.

"Sanksi itu betul, tapi pertanyaannya efektif atau tidak. Saya kira tidak efektif, misalkan orang mau ke Solo, sudah sampai Boyolali, masak diminta balik lagi," katanya.

Baca Juga: Polri: Yang Tidak Tunjukkan Indikasi Mudik Boleh Keluar Jabodetabek

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya