TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perludem: Pencalonan Gibran dan Bobby Mengesampingkan Mekanisme Partai

Membangun partai tak semata merebut kekuasaan

(IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan pencalonan putra Presiden Joko Widodo,Gibran Rakabuming Raka dan menantu Presiden Bobby Nasution pada Pilkada 2020, mengesampingkan mekanisme partai.

Menurut Titi, partai seharusnya menjadi institusi untuk memberikan pendidikan politik dan membangun kaderisasi. Sebab itu, hadirnya Gibran dan Bobby sebagai pendatang baru dalam politik, telah menggeser kader internal partai yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Baca Juga: Jadi Partai Ketiga, Nasdem Dukung Bobby Nasution di Pilwakot Medan

1. Jika mekanisme partai dilanggar, tidak salah jika publik sebut Jokowi tengah membangun dinasti politik

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Titi beranggapan, tidak salah jika publik menyebut Jokowi sedang membangun dinasti politik atau politik dinasti.

“Kalau dia mengesampingkan dan menggeser mekanisme yang bekerja di partai, tidak salah kalau kemudian publik beranggapan bahwa ada dinasti politik yang ingin dibangun,” kata Titi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (22/12).

2. Membangun partai tidak semata merebut kekuasaan

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini (IDN Times/Fitang Budhi Adithia)

Titi menjelaskan, jika dipilihnya Gibran dan Bobby hanya mempertimbangkan elektabilitas untuk kemenangan pilkada semata, tentunya itu merugikan partai mengingat tidak mudah membangun kaderisasi yang berjalan baik.

“Padahal kita membangun partai tidak semata untuk merebut kekuasaan. Ada ideologi, kaderisasi, rekrutmen politik yang demokratis. Sikap presiden menjadi penting di tengah sistem presidensial yang kita anut, dia adalah simbolisasi dari praktik demokrasi,” tutur dia.

3. Mekanisme partai kerap jadi kamuflase politik dinasti atau kelompok kekerabatan

Ilustrasi (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Titi mengatakan dinasti politik di Indonesia memang kerap dibungkus dengan prosedural partai, yang kemudian menghasilkan kelompok kekerabatan untuk mengisi sejumlah posisi penting di partai.

Prosedur partai tersebut, menurut lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini, hanya kamuflase semata tanpa mengedepankan politik yang adil untuk semua kader.

“Dinasti politik lebih cocok dilekatkan ketika privilege itu diperoleh tanpa kemudian proses demokratis yang sejalan dengan mekanisme rekrutmen politik yang ada di partai politik, yang berbasis kaderisasi,” kata Titi.

Baca Juga: Pilwakot Solo, Hasto: Nasib Gibran Rakabuming di Tangan Megawati

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya