TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KPK Beberkan Kejanggalan-kejanggalan Proyek Meikarta

Apa aja, ya?

IDN Times/Galih Persiana

Bandung, IDN Times – Sidang kasus suap perizinan pembangunan Meikarta digelar di Pengadilan Negeri Kota Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Bandung, Rabu (16/1). Dalam sidang tersebut, jajaran Jaksa Penuntut Umum memperdalam berbagai kejanggalan dalam penerbitan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) proyek Meikarta yang diterbitkan Kabupaten Bekasi.

Pada Senin (14/1) dan hari ini, jaksa fokus pada kejanggalan penerbitan IPPT. Dalam pendalaman keterangan saksi, jaksa mempertegas dua garis besar proses kejanggalan tersebut. IPPT sendiri merupakan salah satu syarat terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Baca Juga: Penerima Suap Meikarta Didalami, Akankah Tjahjo Kumolo Dipanggil?

1. Izin IPPT terbit tanpa prosedur satu pintu

(Proyek pembangunan Meikarta di Cikarang) IDN Times/Santi Dewi

Untuk mendapatkan IPPT, Lippo Group sebagai pemilik proyek Meikarta, tidak menempuh cara formal yakni melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Dalam keterangan saksi, Lippo Group langsung menemui Neneng Hasanah, yang kala itu masih menjabat Bupati Kabupaten Bekasi.

“Ada beberapa orang yang langsung datang menemui Neneg di rumahnya. Mereka datang dalam keperluan IPPT,” ujar Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), I Wayan Riyana. Dua orang itu diduga merupakan Edi Dwi Soesianto dan Satriadi, dua orang petinggi Lippo Group.

Salah satu saksi, Kusnadi Hendra Maulana, staf analis bidang tata ruang bangunan DPMPTSP, dalam persidangan mengatakan bahwa ia menerima berkas permohonan dari atasannya, Deni Mulyadi.

“Seharusnya, prosedur itu pengembang menyerahkan berkas lewat front office, lalu disampaikan ke back office, baru bisa saya gambar dan analisis,” kata Kusnadi, di hadapan hakim.

2. Perubahan IPPT tak melalui DPMPTSP

IDN Times/Galih Persiana

Dalam pengajuan IPPT pertama itu, Meikarta memohon izin lahan sebesar 143 hektare (ha). Namun, Kabupaten Bekasi hanya memberi izin sebesar 84,6 ha.

Dari luas tanah yang telah disepakati pemerintah, terjadi revisi sehingga area pengembangan menjadi 84,3 ha. “Jadi ternyata ada jalan yang tidak termasuk ke dalam 84,6 ha, sehingga luas pembangunan dikurangi menjadi 84,3 hektare,” tutur Hendra.

Menurut Jaksa I Wayan, semestinya revisi tersebut diketahui dan mendapat persetujuan dari DPMPTSP. “Tapi sepertinya beliau (Neneng) terburu-buru meneken IPPT, sehingga tidak sempat menempuh prosedur itu,” ujar Wayan.

Proses penerbitan IPPT Meikarta memang terbilang cepat. Dari permohonan yang diajukan pada 2 Mei 2017, Neneng meneken IPPT pada 12 Mei 2017.

3. Saat IMB terbit, IPPT Meikarta telah kedaluwarsa

IDN Times/Galih Persiana

Hal tersebut kemudian menjadi polemik, karena masa berlaku IPPT hanya satu tahun saja. Artinya, IPPT tersebut kedaluwarsa pada Mei 2018, sementara IMB Meikarta terbit pada September 2018.

“Setahu saya, memang tidak masalah IPPT kedaluwarsa itu. Yang penting site plan sudah keluar,” kata Hendra.

4. Temuan KPK diperkuat pengakuan mantan supir Neneng

(Juru bicara KPK, Febri Diansyah) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Keterangan tersebut diperkuat oleh supir keluarga Neneng, Agus Salim. Ia mengatakan, suatu hari pernah diperintah bosnya untuk menyerahkan dokumen IPPT pada Deni Mulyadi, seorang kepala bidang di DPMPTSP.

Agus pun sempat menengok isi amplop tersebut, yang nyatanya milik Lippo Cikarang. “Tapi saya hanya menyerahkan saja dokumen itu,” kata Agus.

Baca Juga: Bupati Bekasi Telah Kembalikan Uang Suap Rp11 Miliar ke KPK

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya