TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kebijakan Energi Jokowi, Blok Rokan Kembali ke Ibu Pertiwi

Setelah 48 tahun dikuasai asing, kini dikelola Pertamina

ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid

Jakarta, IDN Times - Debat kedua Pilpres 2019 yang akan berlangsung, Minggu 17 Februari mendatang, mengusung tema kebijakan di bidang energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastruktur. Salah satu kebijakan di bidang energi yang diprediksi akan muncul dalam pembahasan debat kedua nanti adalah tentang pengambilalihan dua situs penghasil minyak dan gas bumi yang selama puluhan tahun dikelola pihak asing.

Blok Mahakam di Kalimantan Timur dan Blok Rokan Riau ialah dua penghasil minyak yang kini dikelola oleh Pertamina. Kembalinya dua sumber energi minyak dan gas (migas) ini ke dalam pengelolaan dalam negeri pada era pemerintahan Presiden Joko 'Jokowi" Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), menjadi sorotan publik.

Seperti apa kronologi alih-kelola dua blok migas tersebut dan bagaimana dampaknya terhadap kenaikan cadangan energi nasional? Kali ini IDN Times akan mengupas soal Blok Rokan. Berikut laporan lengkapnya yang disusun oleh jurnalis IDN Times Helmi Shemi dan Teatrika Handiko Putri.

1. Kandungan minyak menggiurkan di Blok Rokan

Blok Rokan (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Blok Rokan, situs penghasil minyak yang terletak di Riau, diprediksi memiliki kandungan minyak dan gas bumi yang berlimpah. Bukan proses singkat, ditemukannya kandungan Blok Rokan sudah sejak era kolonial Belanda.

Lapangan Minas yang menjadi tambang minyak raksasa yang pertama kali ditemukan di Blok Rokan. Geolog asal Amerika Walter Nygren menemukannya pada 1939 lalu. Lapangan Minas pernah diklaim sebagai lapangan minyak terbesar di Asia Tenggara. Saat ditemukan, kandungan minyak di lapangan tersebut diperkirakan mencapai 6 miliar barel.

Lapangan tersebut menghasilkan minyak jenis Sumatran Light Crude yang terkenal di dunia. Pengeboran pertama di lapangan tersebut dilakukan oleh Caltex yang kemudian berubah nama menjadi Chevron. Sumur Minas pernah mencapai puncak produksi pada 1973 lalu. Saat itu produksinya mencapai 440 ribu bph.

Lapangan kedua, Duri. Lapangan tersebut pertama kali ditemukan pada 1941 dan mulai berproduksi 1958 lalu. Blok Rokan yang memiliki luas 6.220 kilometer itu memiliki hampir 96 lapangan minyak, di mana tiga diantaranya disebut-sebut memiliki potensi minyak besar yakni Duri, Minas, dan Bekasap.

Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), produksi Blok Rokan kini mencapai 207.000 barel per hari atau setara 26 persen produksi nasional. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pernah memperkirakan bahwa cadangan terbukti Blok Rokan mencapai 500 juta barel hingga 1,5 miliar barel minyak.

Tercatat, sejak beroperasi 1971 hingga 31 Desember 2017, total di Blok Rokan mencapai 11,5 miliar barel minyak sejak awal operasi. Blok Rokan juga diperkirakan memiliki cadangan 26 miliar barel minyak. Selama bertahun-tahun Rokan menjadi salah satu penyumbang produksi siap jual (lifting) terbesar di Indonesia.

Baca Juga: Pertamina Turunkan Harga BBM pada 10 Februari 2019

2. Kronologi ditemukannya dan pengambilan Blok Rokan oleh Indonesia

IDN Times/Sukma Shakti

Chevron sudah berada di Indonesia sejak 1924, dengan nama Caltex. Mereka melakukan produksi pertama pada 1952. Saat itu, tingkat produksi di lapangan Minas masih berada di level 15.000 barel per hari (bph) dan terus meningkat lebih dari 100.000 bph.

Mereka mendapatkan kontrak pengelolaan Blok Rokan dari pemerintah untuk pertama kalinya pada 8 Agustus 1971. Kontrak tersebut berjangka waktu 30 tahun. Setelah berakhir, kontrak tersebut diperpanjang lagi sampai dengan 8 Agustus 2021.

Selama dipegang PT Chevron Pacific Indonesia, Sumur Duri pernah menghasilkan produksi sampai dengan 300 ribu bph pada 1993 lalu. Total produksi minyak yang sudah disumbangkan ke Indonesia dari sumur tersebut mencapai 2,6 miliar barel.

Dalam perjalanan yang panjang tersebut, pada 2017 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan sempat mempersilakan Chevron memperpanjang kontraknya. Sebab di tahun 2021 kontrak pengelolaan tersebut akan habis.

Chevron juga sebenarnya belum rela untuk melepas Blok Rokan ke Indonesia. Terbukti, menjelang berakhirnya kontrak mereka masih mengajukan proposal agar operasi mereka di Blok Rokan bisa diperpanjang lagi sampai dengan 2041. Mereka tidak ingin kehilangan tambak minyak yang menggiurkan itu.

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan, beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa dalam proposal tersebut Chveron menawarkan investasi US$88 miiar atau sekitar Rp1.200 triliun kepada pemerintah Indonesia agar bisa mengelola blok itu lagi.

Chevron berupaya dengan melakukan penawaran, salah satunya penggunaan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) secara full scale. Dengan EOR tersebut produksi Blok Rokan diperkirakan bisa mencapai 500.000 barel per hari.

Namun, Pertamina mengajukan proposal untuk mengelola Blok Rokan pada 2021. Hal ini dilakukan untuk menyejajarkan diri dengan perusahaan minyak papan atas dunia.

Akhirnya pada 31 Juli 2018 pengambilalihan tersebut diselesaikan. Kementerian ESDM memutuskan pengelolaan Blok Rokan pada 2021 jatuh kepada Pertamina. Chevron akhirnya harus mengalah dari perusahaan pelat merah itu setelah menguasai blok migas raksasa di Rokan, Riau 94 tahun lamanya.

“Keputusan ini murni diambil atas dasar pertimbangan bisnis dan ekonomi setelah mengevaluasi pengajuan proposal Pertamina yang dinilai lebih baik dalam mengelola blok tersebut,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, melalui rilis yang diterima Selasa (31/7).

Pemerintah menunjuk PT Pertamina menjadi kontraktor baru di Wilayah Kerja (WK) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Rokan mulai 8 Agustus 2021 mendatang.

3. Kelola Blok Rokan, Pertamina jadi perusahaan minyak terkemuka dunia

IDN Times/Sukma Shakti

Meski sebelumnya banyak yang meragukan kemampuan teknis dan finansial Pertamina, ternyata setengah tahun setelah diserahi tugas mengambil alih Blok Rokan, lifting untuk Pertamina bisa terlaksana. Pada 15 Januari tahun ini, untuk pertama kalinya lifting minyak Chevron dilakukan untuk Pertamina.

Meski pengelolaan baru resmi beralih ke Pertamina saat kontrak Chevron berakhir pada 2021, pemerintah memulai transisi sejak tiga tahun sebelumnya. Hal itu dilakukan pemerintah dengan berkaca dari transisi alih kelola Blok Mahakam yang berjalan lambat.  Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi mengatakan proses persiapan alih kelola telah dilakukan sejak Desember 2018.

"Belajar dari pengalaman transisi Blok Mahakam, pembahasan dan persiapan transisi Blok Rokan, dilakukan lebih awal, lebih intensif namun tetap efektif. Sehingga, diharapkan akan mempercepat proses transisi dengan hasil yang lebih baik ," ujar Agung dalam situs resmi Kementerian ESDM pada 14 Januari.

Terpilihnya Pertamina sebagai pengelola Blok Rokan akan meningkatkan kontribusi Pertamina terhadap produksi migas nasional. Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan Pertamina akan berupaya menyerap semaksimal mungkin minyak mentah bagian Chevron untuk memenuhi kebutuhan kilang dalam negeri. Dengan begitu, impor minyak mentah dapat dikurangi.

“Kami mengacu pada arahan Pemerintah dan telah menyampaikan proposal menyatakan minat kepada seluruh KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) untuk membeli jatah minyak mentah mereka. Pembelian dilakukan berdasarkan prinsip business to business,” ujar Nicke.

Sejauh ini, porsi Pertamina produksi migas nasional telah meningkat dari sekitar 23 persen saat ini, menjadi sebesar 36 persen tahun 2018. "Dan 39 persen pada 2019 saat blok migas terminasi mulai aktif dikelola Pertamina,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan, nilai tambah yang didapat dari keputusan ini adalah menjadikan Pertamina sejajar dengan world top oil company yang mampu menguasai 60 persen produksi migas nasional pada tahun 2021.

4. Bayaran yang mahal untuk kelola Blok Rokan, sebandingkah?

ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid

Seperti dikutip dari situs Setkab.go.id, Agung menyampaikan bahwa kondisi ini didasari dengan Signature Bonus yang disodorkan Pertamina sebesar US$784 juta atau sekitar Rp11,3 triliun dan nilai komitmen pasti sebesar US$500 juta atau Rp7,2 triliun dalam menjalankan aktivitas eksploitasi migas.

Pertamina melalui Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam menyatakan bahwa perseroannya siap mengucurkan investasi sekitar US$70 miliar atau sekitar Rp1.008 triliun (asumsi kurs Rp14.413 per dolar AS). Investasi tersebut akan dikeluarkan untuk 20 tahun ke depan.

"Potensi pendapatan negara selama 20 tahun ke depan sebesar US$ 57 miliar atau sekitar Rp 825 triliun. Insya Allah potensi pendapatan ini bisa menjadi pendapatan dan kebaikan bagi kita bangsa Indonesia," ujar Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.

Pertamina akan menggunakan skema gross split, dengan meminta diskresi tambahan split sebesar 8 persen, dan rerata produksi 210 ribu barel per hari (bph). Cadangan terbukti Blok Rokan diperkirakan berkisar 500 juta-1,5 miliar barel. Pada 21 Desember 2018, Pertamina telah membayar lunas komitmen signature bonus Blok Rokan sebesar US$784 juta. Sumber dana diperoleh dari penerbitan global bond atau surat utang di pasar modal Singapura yang nilainya mencapai US$750 juta dengan tingkat bunga 6,5 persen.

Menurut Direktur Keuangan Pertamina, Pahala N Mansury, sebagian dana global bond tersebut digunakan untuk membayar signature bonus Rokan. Sebagian lagi digunakan untuk investasi proyek.

Biaya yang mahal dan waktu yang berdekatan dengan Pilpres 2019 sempat memunculkan sejumlah dugaan adanya pertimbangan politik dalam Blok Rokan ini.

Baca Juga: 4 Hal yang Perlu Kamu Tahu Tentang Pengelolaan Blok Rokan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya