Perludem Kritik Nasib Disabilitas Mental yang Terpinggirkan di Pemilu
Stigma masyarakat masih buruk, padahal mereka juga punya hak
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini menyoroti pemilih disabilitas yang dipandang sebelah mata bahkan “ditertawakan” oleh sebagian orang. Salah satunya adalah disabilitas penderita gangguan jiwa.
Dalam cuitannya, Titi tidak segan mengkritik pemikiran yang merendahkan penderita gangguan jiwa untuk mendapatkan hak pilihnya dalam Pemilu 2019.
“Ada yang "ketawa" kok orang gangguan jiwa didata sebagai pemilih dan diberi hak pilih (sambil ngeyek ketawanya). Itu sesungguhnya memperlihatkan dangkal dan ketidaktahuan mereka soal gangguan jiwa/penyandang disabilitas yang juga bisa hidup normal asal didukung proses pemulihan optimal,” tulis Titi di Twitternya, Selasa (20/11).
Baca Juga: Ini Untung Rugi Gunakan Suara dan Golput saat Pemilu
1. Hak pilih penderita gangguan jiwa dilindungi undang-undang
Kritik Titi didasarkan pada Amar Putusan Nomor 135/PUU-XIII/2015 menyatakan bahwa Pasal 57 ayat (3) huruf a UU No. 8 Tahun 2015 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “Terganggu jiwa/ingatannya” tidak dimaknai sebagai mengalami gangguan jiwa dan/atau gangguan ingatan permanen yang menurut profesional bidang kesehatan jiwa telah menghilangkan kemampuan seseorang untuk memilih dalam pemilihan umum”.
“Sehingga sudah sewajarnya bagi penderita gangguan jiwa sepanjang tidak ada surat keterangan profesional bidang kesehatan jiwa yang mengatakan bahwa ia tidak mampu memilih di pemilu, maka ia wajib didata dan diberikan hak pilihnya tanpa kecuali,” kata Titi.
Baca Juga: Ini Perhatian Jokowi dan Prabowo untuk Penyandang Disabilitas
Baca Juga: Menilik Kesiapan KPU untuk Pemilu 2019 Dari 5 Hal Ini