TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Di Tengah Pandemik, 50 Ribu Buruh Bakal Gelar Aksi May Day Besok 

Aksi akan dipusatkan di Istana dan Mahkamah Konstitusi

Aksi serikat buruh di depan Kementerian Ketenagakerjaan, Selasa (10/11/2020) (Dok. KSPI)

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 50 ribu buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan turun ke jalan besok, Sabtu (1/5/2021). Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) besok akan diikuti oleh berbagai elemen buruh. Lantaran situasi saat ini masih pandemik, Iqbal memastikan seluruh buruh akan menjalani rapid test antigen.

"Khusus dari KSPI, peringatan May Day kali ini akan diikuti sekurang-kurannya 50 ribu buruh, di 3.000 perusahaan/pabrik, 200 kabupaten/kota, dan 24 provinsi. Sedangkan di Jakarta, aksi akan dipusatkan di Istana dan Mahkamah Konstitusi," ungkap Said dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Jumat (2/5/2021).

1. UMSK dan UU Cipta Kerja jadi sorotan

Aksi serikat buruh di depan Kementerian Ketenagakerjaan, Selasa (10/11/2020) (Dok. KSPI)

Said menjelaskan, dua isu utama yang akan diusung adalah Upah Minimum Sektoral Kabupaten/ Kota (UMSK) dan UU Cipta Kerja. Saat ini KSPI tengah melakukan uji formil dan uji materiil terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja.

"Bagi kami, UU Cipta Kerja menghilangkan kepastian kerja (job security), kepastian pendapatan (income security), dan jaminan sosial (social security),” kata Said.

Terkait dengan tidak adanya kepastian kerja, kata Said, hal ini tercermin dari dibebaskannya penggunaan outsourcing untuk semua jenis pekerjaan. Dia menilai, bisa saja seluruh buruh yang dipekerjakan oleh pengusaha adalah buruh outsourcing.

"Begitu pun dengan buruh kontrak, yang saat ini tidak ada lagi batasan periode kontrak. Sehingga buruh bisa dikontrak berulang-ulang hingga puluhan kali," jelasnya.

Baca Juga: Jelang May Day, Menaker Ida Minta Pekerja Patuhi Protokol Kesehatan

2. Tidak ada kepastian pendapatan dan jaminan sosial

Aksi serikat buruh di depan Kementerian Ketenagakerjaan, Selasa (10/11/2020) (Dok. KSPI)

Selain itu, Said juga menyoroti ketidakpastian pendapatan. Hal ini terlihat dari dihilangkannya upah minimum sektoral. Terdapat klausa bahwa upah minimum kabupaten/kota “dapat” ditetapkan.

"Kata 'dapat' di sini artinya, UMK bisa ditetapkan dan bisa juga tidak. Jika tidak ditetapkan, maka akan terjadi penurunan daya beli buruh yang signifikan," kata Said.

Begitu pun dengan tidak adanya jaminan sosial. Keberadaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), menurut Said, belum mampu memberikan proteksi kepada buruh yang kehilangan pekerjaan. Selain buruh kontrak dan outsourcing akan sulit mengakses JKP, dana JKP pun diambil dari dana JKK dan JKM. "Sehingga ke depan dikhawatirkan akan terjadi gagal bayar," ungkapnya.

Baca Juga: Berawal dari Kerusuhan, Ini Sejarah 1 Mei sebagai Hari Buruh Sedunia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya