TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Epidemiolog: Jangan Euforia, Vaksin Tidak Diproduksi Jika Ada Efeknya

Produksi vaksin itu gak gampang

Ilustrasi (Dok. Biro Hukum, Kerja Sama, dan Humas BPPT)

Jakarta, IDN Times - Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, pengembangan vaksin COVID-19 atau virus corona butuh waktu lama, mahal, dan sulit. Tingkat keberhasilannya juga menentukan keberlanjutan rencana produksi.

"Indonesia memang berniat bisa mengembangkan vaksin, tapi ya gak mudah. Kalau (penelitian vaksin) di Indonesia kan masih praklinis, belum masuk fase 1-2. Tetapi kita gak boleh berhenti. Belum tentu juga yang Sinovac ini lulus dari fase 3," kata Pandu dalam diskusi virtual Crosscheck, Minggu (26/7/2020).

Baca Juga: Bio Farma: Uji Klinis Vaksin Sinovac Dilakukan Agustus di Bandung

1. Perlu banyak strategi untuk mengembangkan vaksin virus corona

INDONESIA TFRIC19 (Dok. Biro Hukum, Kerja Sama, dan Humas BPPT)

Pandu mengatakan, harus ada banyak strategi untuk mengembangkan vaksin COVID-19. Di antaranya melalui kerja sama dengan lembaga-lembaga di luar negeri.

"Karena kita butuh kandidat vaksin yang banyak. Vaksin yang jadi nanti mungkin cuma 1-2 saja yang efektif dan aman dan approval WHO," katanya.

2. Vaksin tidak akan diproduksi massal apabila menimbulkan efek samping

Vaksin COVID-19 Sinovac, Minggu (19/7) tiba di Soetta dan langsung dibawa ke Bandung untuk segera mulai Uji Klinis oleh Biofarma dan FK Unpad (Dok. IDN Times/Istimewa)

Pandu menjelaskan, pengembangan vaksin virus corona memang tidak mudah, karena berada di populasi yang luas. Selain itu, uji coba juga tidak di satu negara saja.

"Pengembangan vaksin demam berdarah, misal, pas mau diterapkan ada efek samping, ya gak jadi dipakai (vaksin). Sebab keselamatan penting sekali. Walau efektif tapi ada efek samping, ya gak jadi. Walau sudah mahal-mahal. Kita harus antisipasi," ungkapnya.

Baca Juga: [LINIMASA] Perkembangan Terbaru Vaksin COVID-19 di Dunia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya