Unik, Inovasi Desa Haya Haya di Gorontalo Cegah Stunting
Inovasi di Kabupaten Gorontalo patut dicontoh daerah lain.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Gorontalo, IDN Times - Stunting atau masalah kurang gizi kronis masih menjadi masalah serius dalam bidang kesehatan di Indonesia. World Health Organisation (WHO) mencatat, 7,8 juta dari 23 juta balita di Indonesia mengalami stunting.
WHO juga telah menetapkan batas toleransi stunting maksimal 20 persen atau seperlima dari jumlah seluruh balita. Sementara, angka stunting pada balita Indonesia berada pada angka 35,6 persen. Sebanyak 18,5 persen balita dikategorikan sangat pendek dan 17,1 persen dikategorikan pendek.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus berupaya melakukan intervensi penurunan angka stunting. Peran pemerintah daerah (pemda) juga dinilai sangat berpengaruh terhadap upaya tersebut.
Kabupaten Gorontalo, misalnya, menjadi salah satu kabupaten percontohan lantaran berhasil menurunkan angka stunting cukup signifikan. Pos Gizi menjadi inovasi yang terus dikembangkan di Desa Haya-Haya, Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo.
Baca juga: Temuan Sidak Kemenkum HAM di Sukamiskin: Microwave Hingga Tabung Gas
1. Berinisiatif membentuk pos gizi
Pos Gizi Desa Haya-haya dibentuk sejak 2013 secara swadaya yang memanfaatkan partisipasi masyarakat. Kegiatan itu dibantu tim penggerak gizi dan bidan desa, serta dibina Puskesmas Kecamatan setempat.
Namun, pada tahun 2017 kegiatan pos gizi desa telah diintegrasikan dengan dana desa.
"Tujuan kami melaksanakan ini bukan semata-mata untuk pemerintah, tetapi mengubah mindset masyarakat. Kegiatan ini kami laksanakan pada awal setiap tahun," ujar Kepala Desa (Ayahanda Desa) Haya-haya Kecamatan Limboto Barat Yasin Ingo.
Yasin menjelaskan, kegiatan pertama adalah pendataan sasaran melalui pengukuran di Posyandu yang dilakukan oleh kader dan divalidasi oleh petugas kesehatan, terutama data antropometri dan status gizi. Semua calon peserta pos gizi diperiksa untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit penyerta.
"Bila ditemukan penyakit penyerta, maka terlebih dahulu dilakukan perawatan sampai pulih, baru diikutsertakan dalam pos gizi," ujarnya.
Hasil pendataan tersebut kemudian disampaikan pada musyawarah masyarakat desa yang dipimpin oleh kepala desa (Ayahanda Desa), untuk menentukan tempat dan waktu pelaksanaan pos gizi.
Baca juga: Cerita Pengguna KRL Jabodetabek Antre Tiket dari Subuh
Baca juga: Kisah Salim, Veteran 98 Tahun Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci