TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

AJI: Media Massa Diskriminatif Beritakan ASEAN Queer Advocacy Week

Penyelenggara alami ancaman pembunuhan

Ilustrasi LGBT (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Aliansi Jurnalis Independen Indonesia dan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk) menilai sejumlah pemberitaan media online tentang ASEAN Queer Advocacy Week cenderung diskriminatif dan mengamplifikasi narasi kebencian. 

Pemberitaan itu secara langsung dan tidak langsung berkontribusi pada meningkatnya ancaman kekerasan yang diterima komunitas Lesbian, Gay, Transgender, Interseks, Queer (LGBTIQ) di Indonesia.

“Hasil pemantauan terhadap pemberitaan media daring menunjukkan sejumlah media mengabaikan Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman karena menggunakan kutipan narasumber yang berisi narasi kebencian dan ancaman seperti pada kata mengusir dan menyimpang,” kata Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Ika Ningtyas dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/7/2023).

Baca Juga: ASEAN Ingin Diplomasi Preventif Jadi Cara Cegah Konflik di Kawasan 

Baca Juga: Tuai Kecaman, Pertemuan LGBT se-ASEAN Batal Digelar di Jakarta 

1. Penyelenggara pertemuan ASEAN Queer Advocacy Week memutuskan memindahkan lokasi

Logo Aliansi Jurnalis Independen (AJI) (aji.or.id)

AJI menilai, beberapa pemberitaan hanya menggunakan narasumber dari kalangan otoritas resmi, mengabaikan prinsip Hak Asasi Manusia dan keberagaman gender, dan tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap minoritas LGBTIQ.

Sebagian pemberitaan media online berskala lokal maupun nasional lebih banyak memuat pernyataan politisi, polisi, Majelis Ulama Indonesia, dan pejabat pemerintah yang menyerukan anti-LGBTIQ. Hal itu berpotensi menguatkan permusuhan, kebencian, diskriminasi, dan persekusi terhadap kelompok tersebut.

“Dampaknya, penyelenggara pertemuan ASEAN Queer Advocacy Week, forum pertemuan itu memutuskan memindahkan lokasi yang semula digelar di Jakarta pada 17-21 Juli 2023 karena menerima serangkaian ancaman keamanan dan keselamatan dari sejumlah pihak anti-LGBTIQ,” ujar Ika.

Baca Juga: Polda Metro Pastikan Tak Ada Pertemuan LGBT se-ASEAN di Jakarta

2. Penyelenggara mendapatkan ancaman pembunuhan

Logo Twitter (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Penyelenggara acara tersebut, Arus Pelangi mendapatkan ancaman pembunuhan melalui media sosial seperti Twitter dan Instagram secara bertubi-tubi. Para pendengung dan pemengaruh mengobarkan kebencian. 

Selain itu, akun media sosial organisasi yang fokus pada advokasi hak LGBTIQ tersebut lumpuh total karena serangan massal di dunia maya. Dampak lainnya, akun pribadi pegiat Arus Pelangi dan identitas penyelenggara juga disebarkan secara masif di media sosial. 

Padahal forum pertemuan itu dihelat untuk berdialog dengan kelompok-kelompok yang terpinggirkan, termasuk mereka yang didiskriminasi berdasarkan orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender, dan karakteristik seks mereka (SOGIESC). Mereka memiliki visi bersama tentang kawasan ASEAN yang inklusif dan mengupayakan ruang aman bagi masyarakat sipil. 

Ika mengatakan, sejumlah media online gagal memberikan ruang aman bagi kelompok gender minoritas. Media seharusnya tidak mengamplifikasi narasi kebencian yang digelorakan sekelompok warga intoleran di media sosial maupun pernyataan pihak-pihak tertentu yang diskriminatif. 

"Sebaliknya, media harus lebih kritis, menjunjung keberagaman dan menghormati bahwa setiap orang memiliki hak untuk berkumpul, menggelar rapat, dan berserikat yang diselenggarakan untuk maksud damai seperti yang dijamin oleh konstitusi," kata Ika Ningtyas. 

Ika juga mendesak media massa lebih serius menulis berita yang inklusif terhadap kelompok minoritas LGBTIQ, menghormati keberagaman, menggunakan perspektif hak asasi manusia sesuai prinsip Deklarasi Universal HAM, dan berpegang pada Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman Dewan Pers.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya