Berkaca Kasus Fetish Gilang, PDIP dan LPSK Desak Pengesahan RUU PKS
Fantasi seksual fetish belum masuk definisi RUU PKS
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kasus kekerasan seksual yang marak terjadi belakangan ini, termasuk kasus fetish kain jarik, memperkuat pentingnya pemerintah dan DPR segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), agar menjadi undang-undang.
Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP RI) Diah Pitaloka mengatakan, salah satu alasan pembahasan RUU PKS mandek, karena perdebatan mengenai hasrat seksual. Dalam perdebatan itu, hasrat seksual didorong tak boleh masuk ke dalam definisi kekerasan seksual.
Namun, kejadian terakhir adalah terjadi praktik fetish kain jarik, di mana terduga pelaku menemukan fantasi seksualnya dengan memanipulasi dan memaksa korban dibungkus kain jarik. Maka "hasrat seksual" dalam definisi kekerasan seksual pun menjadi jelas wujudnya.
"Tadinya dalam pembahasan RUU Kekerasan Seksual, hasrat seksual dipertanyakan dengan sangat keras. Maksud hasrat seksual itu apa? Jadi begitu ada kasus fetish ini, kita bisa menerjemahkan kenapa hasrat seksual masuk dalam definisi kekerasan seksual," kata Anggota Komisi VIII itu, dalam webinar bertema Urgensi UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang Komprehensif, Kamis (6/8/2020).
Baca Juga: Kabar Baik, PDIP Siap Dukung RUU PKS Masuk Prolegnas 2021!
1. RUU PKS tak perlu menunggu RUU KUHP disahkan
Politikus PDI Perjuangan itu melanjutkan, masalah lainnya mandeknya RUU PKS karaena menyangkut konstruksi sanksi hukum terhadap pelaku kekerasan seksual. Diah mengaku pihaknya sudah berdiskusi dengan banyak pakar, dan dari hasil diskusi terakhir, usulan dari pakar adalah karakteristik hukum yang berlaku adalah hukum pidana khusus.
Dengan begitu, layaknya pidana terhadap korupsi, maka RUU PKS tak perlu menunggu selesainya pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang juga menjadi alasan lain kenapa RUU PKS sempat dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
“Itu menjawab pertanyaan apakah Undang-Undang PKS ini harus menunggu KUHP atau tidak. Ternyata undang-undang ini mengandung kekhususan hukum," ujar Diah.
Baca Juga: Prolegnas 2020: RUU PKS Dicabut, RUU HIP Melenggang