TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

DPR Desak Kemendikbud Buka Kriteria Seleksi POP Bentukan Nadiem

NU dan Muhammadiyah mundur dari kepesertaan POP

IDN Times/Margith Juita Damanik

Jakarta, IDN Times - Hasil seleksi Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memicu kontroversi publik. Selain masuknya dua yayasan yang terafiliasi ke perusahaan-perusahaan besar, banyak entitas baru di dunia pendidikan lolos seleksi program.

Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar-Menengah PP Muhammadiyah pun menyatakan mundur dari kepesertaan POP sebagai bentuk protes.

“Kami mendesak Kemendikbud membuka kriteria-kriteria yang mendasari lolosnya entitas pendidikan, sehingga bisa masuk POP. Dengan demikian publik akan tahu alasan kenapa satu entitas pendidikan lolos dan entitas lain tidak,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, dalam keterangan tertulis, Rabu (22/7/2020).

Baca Juga: Dikritik DPR, Ini Penjelasan Tanoto Foundation soal POP Kemendikbud

1. Mundurnya NU dan Muhammadiyah diduga ada ketidakberesan POP

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj (Dok. Istimewa)

Huda mengatakan, hasil seleksi POP banyak mendapatkan respons negatif dari publik. Buktinya lembaga pendidikan milik PBNU dan PP Muhammadiyah mundur dari program tersebut.

Padahal, kata Huda, LP Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan PP Muhammadiyah merupakan dua entitas dengan rekam jejak panjang di dunia pendidikan di tanah air.

“Pengunduran diri NU dan Muhammadiyah dari program ini menunjukkan jika ada ketidakberesan dalam proses rekruitmen POP,” ujar dia.

2. Pengunduran NU dan Muhammadiyah bisa memengaruhi legitimasi POP

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM serta Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas di Ruang Sidang Kampus UII, Jalan Cik Di Tiro

Huda mengatakan Kemendikbud tidak bisa memandang remeh fenomena pengunduran diri LP Ma’rif NU dan Majelis Pendidikan Muhammadiyah dari POP. Menurut dia, dengan rekam jejak panjang di bidang pendidikan, pengunduran diri NU dan Muhammadiyah bisa memengaruhi legitimasi POP.

“Bayangkan saja lembaga pendidikan NU dan Muhammadiyah itu mempunyai jaringan sekolah yang jelas, tenaga pendidik yang banyak, hingga jutaan peserta didik. Jika sampai mereka mundur lalu POP mau menyasar siapa,” kata dia.

3. POP melibatkan pihak ketiga yang memungkinkan Kemendibud tidak bisa ikut campur

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim (Dok. Biro Humas Kemendikbud)

Huda menjelaskan, Kemendikbud tidak bisa beralasan proses seleksi peserta POP diserahkan kepada pihak ketiga, sehingga mereka tidak bisa ikut campur. Menurut dia, Kemendikbud tetap harus melakukan kontrol terhadap mekanisme seleksi, termasuk proses verifikasi di lapangan.

“Pendidikan merupakan salah satu pilar kehidupan bangsa. Keberadaannya telah eksis sejak sebelum kemerdekaan. Tentu kita akan dengan mudah bisa membedakan mana entitas pendidikan, yang telah berpengalaman mana entitas pendidikan baru yang baru eksis dalam empat lima tahun terakhir,” kata dia.

Politikus PKB itu menyebutkan dalam seleksi POP harus mempunyai keberpihakan kepada ormas-ormas dengan rekam jejak panjang di dunia pendidikan di Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari jaringan sekolah yang mereka miliki, jumlah pendidik yang terafiliasi, hingga komitmen terhadap NKRI dan Pancasila.

“Kalau dalam pandangan kami tidak bisa POP ini kita serahkan ke pasar bebas dalam proses seleksinya. Perlu ada pertimbangan-pertimbangan khusus karena sekali lagi ini POP ini juga merupakan bagian dari upaya untuk memberdayakan masyarakat,” kata Huda.

Baca Juga: Muhammadiyah Mundur dari POP Bentukan Nadiem, Ada Apa?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya