TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KSPI Ungkap Mengapa Buruh Hengkang dari Pembahasan Awal Omnibus Law

Pada pembahasan tripartit kedua, buruh merasa direndahkan

Presiden KSPI Said Iqbal (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Jakarta, IDN Times - Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menjelaskan alasannya hanya ikut dua kali pertemuan dari sembilan kali pertemuan tripartit antara untuk membahas Omnibus Law Cipta Kerja. Itu adalah pertemuan tahap awal antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja dalam pembahasan omnibus law tersebut. 

Pada pertemuan ketiga, dua konfederasi ini memutuskan tidak ikut melanjutkan pembahasan draf. Padahal, draf hasil kesepakatan pada pertemuan ini yang dibawa ke DPR sebagai rancangan undang-undang, khususnya klaster ketenagakerjaan.

Dalam pertemuan pertama yang dipimpin okeh Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah, menurut Iqbal, tidak ada hasil apa pun selain pembentukan tim teknis pembahasan draf RUU Cipta Kerja. Tim teknis itu dipimpin oleh Sekjen Direktorat Jenderal PHI Kementerian Ketenagakerjaan, Andriani.

“Pertemuan kedua menyakitkan hati, rapat dipimpin oleh Andriani yang merupakan eselon II, sangat merendahkan buruh. Gak tau eselon I ke mana, menterinya ke mana,” ujar Iqbal di acara ‘Ngobrol Seru’ by IDN Times, Jumat (16/10/2020).

Baca Juga: Fakta-fakta Perjalanan Omnibus Law Cipta Kerja yang Penuh Kontroversi

1. Pembahasan tripartit hanya untuk stempel legitimasi

Buruh berdemonstrasi di Palembang (IDN Times/Rangga Erfizal)

Dalam diskusi kedua tersebut, kata Iqbal, dirinya langsung bertanya Andriani tentang langkah yang dilakukan setelah pertemuan tripartit. Namun jawaban Andriani, dinilainya tak memuaskan.

“Saya langsung tanya, apakah hasil pembicaraan ini akan dijadikan suatu rekomendasi. Terus beliau menjawab, ‘oh gak, ini hanya perbincangan-perbincangan untuk mengumpulkan masukan-masukan’. Saya kaget,” kata dia.

Padahal dalam konferensi International Labour Organization (ILO) Nomor 144 tentang Tripatrit Nasional, kata Iqbal, output dari diskusi tersebut harus ada sebagai rekomendasi.

“Jika mengacu pada peraturan menteri maka usernya oleh Menaker. Kalau undang-undang, berarti usernya presiden. Rekomendasi ini akan mencatat mana yang setuju dan tidak,” kata Iqbal.

“Tapi ini sudah eselon II, tidak bisa membuat keputusan. Ini negeri apa. Kita berpikir ‘oh ini arah stempel untuk legitimasi’,” sambungnya.

Iqbal melanjutkan pertanyaannya kepada Andriani tentang sikap pimpinan rapat jika ada pasal atau ayat yang diperdebatkan dan tidak mencapai titik temu. Lagi-lagi jawaban Andriani tak memuaskan KSPI.

“‘Oh saya harus laporan dulu ke atas," kata Iqbal menirukan jawaban Andriani yang langsung dijawab Iqbal, "Oh kalau gitu Anda main-main."

"Karena hal itulah saya nyatakan dengan ini keluar,” tutur Iqbal kepada IDN Times.

2. KSPI juga kecewa dengan DPR

IDN Times/Arief Rahmat

Karena tidak menemui titik temu, KSPI langsung ke DPR untuk meminta agar usulan-usulan buruh dimasukkan. DPR akhirnya membuat tim perumus untuk mengadopsi aspirasi buruh.

“DIM sudah oke, udah ada kesepakatan tujuh fraksi kok tidak ada yang berubah? Ini DPR kemana ‘taringnya’ yang katanya wakil rakyat, apa mereka hanya wakil partai,” ujar Iqbal.

3. KPSI mundur dari pembahasan pada Juli 2020

Ilustrasi Badan legislasi DPR RI (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar S Cahyono kepada IDN Times menjelaskan, KSPI memutuskan mundur sebagai tim teknis pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan pada Juli 2020 lalu. 

Unsur pekerja dalam tim teknis ini beranggotakan 15 orang, terdiri dari perwakilan KSPSI AGN (3 orang), KSPI (3 orang), KSPSI Yoris (3 orang), KSBSI (2 orang), KSPN (1 orang), K. SARBUMUSI (1 orang), FSPPN (1 orang), FSP KAHUTINDO (1 orang). Sedangkan unsur Apindo/Kadin berjumlah 15 orang dan unsur pemerintah 25 orang.

Dalam keterangan persnya saat itu, Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan, KSPI mundur karena tidak menemui titik temu dalam pembahasan. Dijelaskannya, tim ini bertemu pertama kali pada tanggal 8 Juli 2020.

Dalam pertemuan pertama, serikat pekerja yang tergabung di dalam Majelis Pakerja Buruh Indonesia (MPBI) yang terdiri dari KSPSI AGN, KSPI, dan KSBSI serta atas persetujuan serikat buruh yang lain menyerahkan satu konsep bersama draft sandingan RUU dari serikat pekerja kepada pemerintah dan unsur Apindo/Kadin secara tertulis.

Isi dari draf itu berisi analisa dan pandangan serikat buruh mengenai dasar penolakan mereka terhadap klaster ketenagakerjaan, kemudian mengusulkan agar UU No 13 Tahun 2003 dijadikan sebagai perlindungan kesejahteraan yang paling minimal bagi pekerja/buruh.

Baca Juga: Mungkinkah Judicial Review Batalkan Seluruh Omnibus Law Cipta Kerja?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya