Mengintip Perang Logistik dari Ajuan Kredit Prabowo yang Ditolak
Seperti apa perang logistik antara Prabowo dan Jokowi?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menyebut, video curhatan calon presiden Prabowo Subianto yang tidak diberikan pinjaman oleh bank-bank di Indonesia adalah fonomena perang logistik.
“Karena bank-bank pemerintah yang berafiliasi dengan BUMN, itu kan ada dalam jangkauan dan kendali pemerintah tentu tidak mau. Katakanlah petahana memberi ruang gerak atau memberikan pembiayaan perusahaan lawan politiknya itu terjadi di mana-mana di seluruh dunia, jadi sesungguhnya kesalahan Prabowo karena dia nyalon dan ketika dia jadi lawan petahana itu sebenarnya. Tidak mungkin lawan politiknya memberi ruang untuk bisa memberikan pinjaman kepada Prabowo,” kata Ujang kepada IDN Times, Senin (26/11).
Sebelumnya, dalam video itu, Prabowo mengaku kesulitan mengajukan pinjaman kredit dari Bank Indonesia (BI). Namun, Tim Direktorat Ekonomi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Dradjad Wibowo mengklarifikasi, yang dimaksud Prabowo adalah bank-bank yang ada di Indonesia, bukan BI.
Baca Juga: Di hadapan Ulama, Prabowo: Kalau Tak Pantas, Jangan Dukung Saya
1. Cerita Prabowo ambil alih PT Kiani Kertas tapi tak bisa dapat kredit dari bank
Anggota Dewan Kehormatan PAN Dradjad Wibowo kepada IDN Times mengklarifikasi bahwa pernyataan Prabowo merujuk pada pengalamannya setelah mengambil alih PT. Kiani Kertas. Dulu, kata Dradjad, Kiani adalah pasien BPPN.
“Kreditnya macet triliunan. Lalu oleh BPPN dijual melalui Program Penjualan Aset Kredit (PPAK),” ungkap Dradjad, Senin (26/11).
Masih dalam penuturan Dradjad, Prabowo bersama konsorsium Bank Mandiri dan Anugrah Cipta Investama yang menjadi pembelinya, kemudian masuk karena diajak oleh mantan Dirut Bank Mandiri saat itu, ECW Neloe.
“Alasannya, sayang kalau diambil asing. Karena jiwa nasionalismenya tinggi, Prabowo mau dan menyuntik dana US$ 30 juta. Kalau tidak salah ingat, itu tahun 2003,” tuturnya.
“Setelah itu, jelas Kiani perlu kredit modal kerja untuk operasinya. Kiani menghubungi beberapa bank, termasuk Bank BUMN. Ternyata tidak ada yang mau memberi kredit. Padahal bank-bank itu begitu mudahnya menggelontorkan kredit ratusan miliar bahkan triliunan ke konglomerat yang berlatar belakang etnis tertentu,” lanjut Dradjad.
Baca Juga: Begini Cara Prabowo-Sandiaga Mengambil Hati Millennials