TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PKS: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Kado di Tengah Pandemik COVID-19

PKS desak presiden cabut Perpres No 64 Tahun 2020

Ilustrasi. Kantor BPJS Kesehatan di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi IX DPR Anshory Siregar mendesak Presiden Joko "Jokowi" Widodo mencabut Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020, yang merevisi perubahan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang isinya menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan.

"Pemerintah tidak peka dan terbukti tuna empati dengan situasi masyarakat yang sedang dilanda pandemik wabah COVID-19, di mana masyarakat sedang susah dan menderita, namun justru menaikkan iuran BPJS Kesehatan," ujar Anshory saat dihubungi, Kamis (14/5).

Baca Juga: Jokowi Naikkan Lagi Iuran BPJS Mulai Juli, Begini Rinciannya

1. Komisi IX mengusulkan agar Presiden mencabut Perpres Nomor 64 Tahun 2020

Kantor BPJS Kesehatan di Palembang. IDN Times/Feny Maulia Agustin

Legislator asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai pemerintah juga tidak memberikan contoh yang baik dalam ketaatan hukum, karena keputusan Mahkamah Agung (MA) sah dan mengikat agar Iuran BPJS Kesehatan diturunkan.

Anshory juga menyayangkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini disampaikan ketika DPR sedang reses, sehingga tidak bisa melakukan rapat kerja dengan pemerintah.

"Untuk itu, saya Anshory Siregar, Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PKS mengusulkan untuk mencabut Perpres Nomor 64 Tahun 2020, tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan" ujar dia.

2. Pemerintah harus menjamin subsidi BPJS Kesehatan kelas lll

BPJS cabang Malang masih terus berupaya memberikan pelayanan maksimal kepada peserta yang ingin turun kelas. (IDN Times/Alfi Ramadana)

Senada dengan Anshory, Anggota Komisi lX DPR Fraksi PKS Netty Prasetyani juga menilai, pemerintah tidak memiliki kepekaan dengan situasi kebatinan yang sedang dirasakan masyarakat di tengah pandemik COVID-19.

“Bahkan menurut beberapa pakar, kondisi ekonomi kita akan terganggu hingga akhir tahun, bahkan awal tahun depan. Maka kebijakan kenaikan ini sangat mencederai kemanusiaan,” kata Netty melalui keterangan tertulisnya, Rabu (13/5).

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini diteken Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020. Perpres ini memutuskan iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta BPJS kelas I sebesar Rp150.000, kelas II sebesar Rp100.000, dan kelas III sebesar Rp25.000.

“Kebijakan subsidi yang diberikan kepada kelas lll PBPU harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan tepat sasaran, mengingat carut-marutnya persoalan data kepesertaan BPJS. Apalagi jumlah peserta kelas lll ini paling banyak dari kelas lainnya, setelah terjadi migrasi dari kelas l dan ll ke kelas lll yang diakibatkan kenaikan premi Perpres 75/2019,” ujar Netty.

3. Pemerintah seharusnya melaksanakan putusan MA

Ilustrasi (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Netty menilai, pemerintah seharusnya melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan sebagian Perpres Nomor 75 Tahun 2019 secara sungguh-sungguh, karena putusan ini bersifat mengikat.

“Jangan malah bermain-main dan mengakali atau mencederai hukum dengan menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 ini. Seharusnya pemerintah menjadi contoh institusi yang baik dan taat hukum, jangan malah sebaliknya,” ujar dia.

“Pemerintah memberikan kado buruk bagi masyarakat di momen Lebaran ini. Rakyat sudah gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang ditanggung oleh rakyat. Sebut saja kebaikan TDL (Tarif Dasar Listrik), harga BBM (Bahan Bakar Minyak) yang tak kunjung turun, bahkan daya beli masyarakat yang semakin menurun,” Netty menambahkan.

Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi, Begini Penjelasan Menko Perekonomian

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya