TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Vaksinasi Massal Ditunda, DPR Tetap Tuntut Transparansi Uji Klinis

Sosialisasi soal vaksin harus hati-hati

IDN Times/Hana Adi Perdana

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati menyambut baik penundaan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 ini karena masih menjadi kontroversi di masyarakat. Bahkan, dia juga meminta pemerintah tidak tergesa-gesa dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19 serta betul-betul melalui pertimbangan yang matang dari berbagai aspek.

“Harus dipastikan bahwa vaksin yang akan dipastikan sudah layak sesuai ketentuan ilmiah," kata Mufida lewat keterangan tertulisnya, Rabu (28/10/2020).

Baca Juga: Ini Syarat Vaksin Sinovac Lolos Uji Klinis Tahap III

1. Vaksin bisa diedarkan setalah mendapat izin BPOM

Ilustrasi vaksin atau jarum suntik (IDN Times/Arief Rahmat)

Mufida menerangkan, untuk vaksin yang sudah terjalin kerja samanya, yakni antara PT Bio Farma dengan Sinovac, sampai saat ini masih dalam tahap uji klinis tahap 3. Uji klinis ini bertujuan untuk melihat efektivitas dalam mencegah COVID-19.

"Itu pun pelaksanaannya terlambat dibanding dengan beberapa negara lain," ujarnya. Sementara analisa interim dari uji klinis tahap 3 ini paling cepat baru bisa selesai di Desember dan analisis totalnya paling cepat baru bisa selesai di bulan Maret 2021.

"Artinya Badan POM sebagai lembaga yang memiliki otoritas untuk memberikan izin penggunaan vaksin baru bisa mengeluarkan izin tersebut setelah semua proses analisis selesai dan vaksin dinyatakan aman dan efektif," ujar Mufida.

2. Uji klinis tahap 3 dalam proses follow up, dua bulan pascainjeksi

Ilustrasi Penyuntikan Vaksin (IDN Times/Arief Rahmat)

Mufida menjelaskan, bisa saja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan ijin penggunaan darurat atau emergeny used authorization (EUA) agar vaksin bisa segera digunakan untuk kepentingan mendesak. Namun, untuk mengeluarkan UEA ini ada syarat follow up dua bulan pascainjeksi terhadap objek yang telah diinjeksi dua kali.

“Dan persyaratan ini yang belum dipenuhi dari uji klinis tahap 3. Sehingga penundaan pelaksanaan vaksinasi ini merupakan langkah yang tepat,” ujar dia.

3. Vaksinasi COVID-19 tidak perlu tergesa-gesa

Ilustrasi vaksin (ANTARA FOTO/AAP Image/David Mariuz via REUTERS)

Namun lebih dari itu, Mufida meminta agar pelaksanaan vaksinasi COVID-19 tidak perlu tergesa-gesa jika keamanan dan efektivitas vaksin tersebut belum teruji. Demikian pula dengan vaksin yang akan diimpor langsung dalam bentuk jadi, mengingat pemerintah juga telah melakukan penjajakan pembelian dari beberapa produsen vaksin COVID-19.

Meskipun vaksin tersebut dinyatakan aman, namun perlu ada pembuktian efektivitasnya. Ia justru meminta agar Pemerintah tetap fokus pada upaya pengendalian penularan melalui 3T yaitu meningkatkan jumlah tes kepada suspect COVID-19, melakukan tracing secara intensif dari hasil temuan kondirmasi positif serta treatment terhadap pasien.

"Pemerintah juga harus terus menggencarkan kampanye 3M dan melakukan pengawasan pelaksanaan 3M tersebut di berbagai sektor. Apalagi penambahan kasus baru harian masih cukup tinggi dengan rata-rata diatas 3000 kasus per hari," papar Anggota DPR RI dari Dapil Jakarta II ini.

Baca Juga: Bio Farma akan Ajukan Izin Penggunaan Darurat Vaksin Sinovac ke BPOM

4. Sosialisasi soal vaksin harus hati-hati

Ilustrasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Mufida menilai sosialisasi dan kampanye massif tentang vaksinasi COVID-19 yang dilakukan pemerintah, jika tidak hati-hati bisa menimbulkan kesalahan pemahaman. Masyarakat bisa menganggap bahwa pandemik COVID-19 sebentar lagi selesai karena sudah ada vaksin dan tidak menyebabkan masyarakat menjadi longgar terhadap protokol kesehatan.

Padahal vaksin bukan solusi jangka pendek untuk hadapi pandemik ini, melainkan solusi jangka panjang. Dalam jangka pendek tetap harus dengan disiplin 3M oleh masyarakat dan disiplin surveilance dengan 3T oleh pemerintah. Apalagi dengan perhitungan berbasis sains medis, vaksin paling cepat baru bisa tersedia pada Maret 2021.

“Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) mengkritisi sikap pemerintah yang mengeluarkan opini mengenai vaksin virus corona yang membuat terjadinya kesalahpahaman,” kata Mufida.

Baca Juga: BPOM Bantah Vaksinisasi COVID-19 Batal November gegara Tidak Ada Izin

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya