Aparat Penegak Hukum Didorong untuk Implementasikan UU TPKS
Kemen PPPA berkoordinasi dengan polisi dan kejaksaan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual yang berpihak pada korban dapat dimaksimalkan oleh aparat penegak hukum.
Hal itu menyusul upaya Kemen PPPA untuk menguatkan mandat penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dengan aparat penegak hukum seperti kepolisian dan jaksa.
“Dengan tingginya angka dan pelaporan kasus kekerasan, kita perlu juga memperkuat sinergitas dan kolaborasi penanganan, perlindungan, dan pemenuhan hak perempuan korban kekerasan baik melalui tim terpadu yang selama ini sudah berjalan dengan melibatkan Kompolnas, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial, dan ahli pidana, termasuk koordinasi dengan para APH,” ujar Sekretaris Kementerian, Pribudiarta Nur Sitepu, dalam Rapat Koordinasi antar Lembaga dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan, dilansir Jumat (4/8/2023).
Baca Juga: Selama 2023, Ada 949 Laporan Kasus Kekerasan Perempuan ke Kemen PPPA
Baca Juga: Kemen PPPA Dorong Keterwakilan Perempuan hingga Tingkat Desa
1. UU TPKS telah atur mandat pemerintah daerah dan aparat penegak hukum
Di sisi lain, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati, menjelaskan, UU TPKS telah mengatur mandat pemerintah daerah dan aparat penegak hukum menyelesaikan kasus kekerasan seksual perempuan dan anak.
Untuk mendukung hal tersebut, peraturan turunan berupa Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah tengah diupayakan dan terus didorong. Pengesahannya diharapkan bisa dipercepat sehingga bisa menjadi acuan bagi para penegak hukum. Dia mengatakan, perlu upaya penguatan sistem dari hulu sampai ke hilir.
“Pada proses hukum mulai dari lidik, sidik, penuntutan, sampai proses peradilan pidana yang komprehensif kepada korban bisa dilaksanakan dengan baik. Selain itu, akomodasi yang layak dalam penanganan perkara yang aksesibel dan inklusif bagi penyandang disabilitas dan penegakan hukum kepada para pelaku juga perlu kita upayakan,” kata Ratna.
Baca Juga: Komnas Perempuan: PKPU No 10 2023 Persempit Ruang Politik Perempuan
Baca Juga: Komnas Perempuan: KUHP Masih Hambat Pelaksanaan UU TPKS