TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Berjasa Rawat Soekarno-Turun ke Desa, Dua Dokter Dapat Gelar Pahlawan

Kondisi hari ini, hasil dari perjuangan dokter di masa lalu

Potret dr. Raden Rubini Natawisastra yang menerima gelar pahlawan nasional (dok. Kemenkes)

Jakarta, IDN Times - Dua orang dokter dianugerahi gelar pahlawan nasional melalui Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, karena berjasa karena telah berjuang dalam memerdekakan republik Indonesia. Dua nama ini adalah Dr.dr.H.R.Soeharto dan dr.Raden Rubini Natawisastra.

Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, mengatakan apa yang diperjuangkan hari ini oleh dokter dan tenaga kesehatan adalah hasil dari perjuangan dokter di masa lalu.

“Hari ini kita mengenang sekaligus mengambil pelajaran dari perjuangan para dokter terdahulu dalam menyehatkan masyarakat Indonesia. Melayani masyarakat dengan hati untuk mencegah terjadinya penyakit, serta mengobati pasien dengan maksimal merupakan cara menghargai jasa para pahlawan dokter terdahulu,” ujar dia dalam keterangan pers, Jumat (11/11/2022).

Baca Juga: Mengenang Ghafur Akbar Dharmaputra: Pahlawan Indonesia di Ukraina

1. Dokter pribadi Bung Karno

Potret Dr. dr. H. R. Soeharto yang dianugerahi gelar pahlawan nasional (dok. Kemenkes)

Pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Dr dr HR Soeharto, karena dia dinilai telah berjuang bersama Presiden Soekarno dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia.

Melansir dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI),  tokoh kelahiran Tegalgondo, Surakarta, 24 Desember 1908 ini dikenal sebagai dokter pribadi Bung Karno. dr. Soeharto juga partner perjuangan yang selalu yang mendampingi Bung Karno dalam sejumlah peistiwa bersejarah, di antaranya memulihkan kesehatan Bung Karno, sehingga Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dapat dibacakan.

Dia juga memfasilitasi Soekarno dan para tokoh perjuangan dalam membahas strategi perjuangan di rumah pribadinya. Termasuk ikut mendampingi presiden pertama itu dan Moh. Hatta, serta KRT Radjiman Wediodiningrat dalam perjalanan ke Saigon, untuk bertemu Marsekal Terauchi membahas kemerdekaan Indonesia.

2. dr. Rubini kunjungi desa-desa terpencil

Ilustrasi rumah sakit (IDN Times/Arief Rahmat)

Pemerintah juga menganuguerahkan gelar pahlawan nasional kepada dr. Raden Rubini Natawisastra, karena dinilai sudah jalankan misi kemanusiaan sebagai dokter keliling pada saat kemerdekaan.

Bersama istrinya, dia dijatuhi hukuman mati oleh Jepang karena perjuangannya yang gigih untuk kemerdekaan Republik Indonesia.

Tokoh kelahiran Bandung 31 Agustus 1906 ini pada awalnya mengabdikan diri sebagai dokter di Jakarta. Pada 1934, dr. Rubini dipindahkan ke Pontianak.

Dia kerap mengunjungi desa-desa terpencil di Kalimantan Barat untuk memberikan pertolongan kepada masyarakat. Dia memiliki perhatian khusus kepada ibu dan anak, termasuk menurunkan angka kematian ibu dan anak yang kerap terjadi pada praktik dukun beranak.

3. Rubini dan istrinya tewas dibantai Jepang

Perang antara tentara sekutu dengan tentara Jepang di Balikpapan (Dok. Dahor Heritage Museum/Australian War Memorial)

Usaha dr. Rubini juga dibantu oleh istrinya, Amalia Rubini, yang tergabung dalam gerakan Palang Merah. Amalia Rubini juga berinteraksi dengan perkumpulan istri dokter di Pontianak, untuk berbagi informasi dan keterampilan seputar pemberdayaan perempuan dan anak.

Pada masa pendudukan Jepang, dokter Rubini turut merawat kaum perempuan yang menerima kekerasan seksual dari tentara Jepang. 

dr. Rubini mulai mengadakan konsolidasi para aktivis dan sejumlah tokoh pejuang untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang, yang rencananya dilaksanakan pada Desember 1943. Namun rencana aksi ini diketahui Jepang.

Akibatnya, dr. Rubini bersama istri dan sejumlah tokoh merencanakan aksi tersebut diciduk oleh Jepang dan dibantai secara sadis pada 28 Juni 1944 di daerah Mandor. Peristiwa pembantaian ini dikenal sebagai tragedi mandor.

Baca Juga: Haedar Sebut Buya Syafii Sangat Layak jadi Pahlawan Nasional

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya