TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Epidemiolog: Klaster Perkantoran di DKI Tinggi, Efek Euforia Vaksinasi

Work form home realistis diterapkan untuk menekan COVID-19

Suasana perkantoran (IDN Times/Umi Kalsum)

Jakarta, IDN Times - Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman menjelaskan peningkatan kasus COVID-19 klaster kantor di DKI Jakarta bisa terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah euforia atau rasa nyaman usai adanya vaksinasi. Protokol kesehatan yang ada di kantor kata dia bisa saja lemah atau bahkan buruk.

"Euforia vaksinasi jadi kontributor dalam abainya protokol kesehatan di perkantoran ini," kata Dicky kepada IDN Times, Senin (26/4/2021).

Dicky mengatakan, klaster perkantoran berada di urutan nomor dua di dunia yang paling banyak terjadi setelah klaster rumah tangga.

"Kenapa paling sering karena memang pada klaster perkantoran ini banyak orang sifatnya mobile, interaksinya tinggi dan jumlahnya banyak," kata dia.

Baca Juga: Gawat! Klaster Perkantoran Jakarta Naik 170 Persen Usai Vaksinasi

1. Rapat tatap muka, kontak erat dan ventilasi bisa jadi penyebab

Ilustrasi Rapat di Era New Normal (IDN Times/Aldila Muharma)

Salah satu hal yang membuat kantor terkesan abai pada protokol kesehatan adalah pelaksanaan rapat secara tatap muka di tengah situasi pandemik, dengan dalih bahwa karyawan sudah divaksinasi dan bisa bekerja dari kantor.

"Itu salah walaupun sudah divaksinasi itu tidak jadi pembenaran karena ada banyak hal yang harus pastikan terlebih dahulu jadi dan selain itu work form office yang cenderung meningkat atau mendekati situasi sebelum pandemik ini yang salah kaprah juga," ujarnya.

Apalagi penelitian menjelaskan bahwa COVID-19 menyebar lewat udara dan rapat tatap muka membuat karyawan memiliki kontak erat yang berisiko tersebar lewat ventilasi udara.

2. Pemerintah harus evaluasi program vaksinasi dalam pengendalian pandemik

Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman. (dok. Pribad/Dicky Budiman)

Dia menyebutkan bahwa faktor lain yang menyebabkan klaster perkantoran kian meningkat adalah respons pemerintah yang belum memadai dalam pengendalian pandemik.

"Terutama di aspek testing dan tracing, isolasi dan karantina, plus vaksinasi ini yang artinya harus dievaluasi oleh pemerintah setempat karena bisa jadi ada salah strategi, 3 T-nya atau tidak kuat," ujar Dicky.

Maka dari itu, perlu ada sinergi antara perkantoran dan pemerintah pusat, daerah, kelembagaan, kementerian. Respons ini tak bisa dilakukan oleh DKI saja.

"Harus ada kontribusi dengan daerah lain tidak bisa hanya DKI saja harus semua pemerintah daerah," kata dia.

3. Lemah dan abainya monitoring evaluasi bekerja di kantor

Ilustrasi Ruang Kantor (IDN Times/Besse Fadhilah)

Kemudian, lanjut Dicky, faktor lain yang menyebabkan klaster perkantoran ini adalah lemahnya atau abainya monitoring evaluasi terhadap kesehatan kerja pengawasan kesehatan di kantor-kantor.

Menurutnya ini tentu harus melibatkan peran pemerintah pusat, pemerintah daerah, Kementerian Tenaga Kerja, Dinas Ketenagakerjaan dan juga Dinas Kesehatan. Karena jika tak ada pengawasan, perusahaan bisa saja abai pada protokol kesehatan.

"Protokol perkantoran kesehatan di-review, dievaluasi termasuk masalah mekanisme, ini yang cenderung udah mulai ditanggalkan ini tidak tepat," kata Dicky. 

4. WFH salah satu intervensi paling efektif dan realistis di Indonesia

Ilustrasi bekerja di rumah (IDN Times/Arief Rahmat)

Dicky juga menyoroti bagaimana pekerja yang memiliki komorbid, masuk kategori lansia dan sudah divaksinasi malah diminta kembali bekerja ke kantor dengan risiko yang ada.

Padahal bekerja dari rumah tak memengaruhi pekerjaan dan penghasilan pekerja yang memiliki gaji tetap seperti karyawan kantoran.

"Ada jaminan bahwa mereka bekerja di rumah gak susah untuk memperoleh kebutuhan pokok, berbeda kalau kewajiban work from home (WFH) atau bekerja di rumah untuk masyarakat umum yang tidak punya penghasilan tetap, repot dan berat," ujarnya.

Pada akhirnya, Dicky mengatakan bahwa WFH adalah salah satu intervensi efektif dan realistis di Indonesia saat ini.

Baca Juga: DPRD DKI: Melonjaknya Klaster Perkantoran Usai Vaksinasi Perlu Didata

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya