TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jika Sampai 2026 Belum Inkrah, Hukuman Mati Ferdy Sambo Bisa Berubah

Banyak tahapan sebelum inkrah

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo (tengah) jelang sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Jakarta, IDN Times - Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo mendapat vonis pidana mati pada perkara pembunuhan Brigadir Yosua Nofriansyah Hutabarat.

Pidana mati dalam UU No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kini jadi sorotan. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan dia tidak bisa mengomentari putusan pengadilan dalam kapasitasnya sebagai Wakil Menteri.

Tetapi jika memposisikan diri sebagai guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada, ia mengatakan vonis yang diberikan pada Sambo disematkan berdasarkan KUHP lama yang masih berlaku, bukan KHUP yang baru, karena baru mulai berlaku tiga tahun usai UU disahkan, yakni pada 2 Januari 2026.

"KUHP baru ini baru akan berlaku efektif tanggal 2 Januari 2026. Artinya, 3 tahun setelah diundangkan. Diundangkan kemarin 2 Januari 2023 sebagai UU nomor 1 tahun 2023 berlakunya 3 tahun kemudian berarti 2 Januari 2026. Artinya, vonis Sambo ini dijatuhkan berdasarkan pasal 10 KUHP lama yang memang masih berlaku," ujar dia dalam keterangan yang diterima wartawan pada Kamis (16/2/2023).

Baca Juga: Wamenkumham: KUHP Baru dan Aturan Pidana Mati Tak Disiapkan Buat Sambo

1. Banyak tahapan lain sebelum putusan inkrah

Sejumlah polisi mulai melakukan prarekonstruksi kasus kematian Brigadir J di dalam rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sabtu (23/7/2022). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Eddy menjelaskan eksekusi mati tidak langsung dilakukan karena ada tahapan lain sebelum putusan menjadi inkrah mulai dari banding, kasasi hingga peninjauan kembali. Jadi proses yang dihadapi Sambo masih terbilang panjang.

"Lalu kemudian ada pertanyaan juga, berarti bisa dong dilakukan eksekusi mati terhadap Ferdy Sambo dengan pidana mati yang dijatuhkan. Ini yang harus dipahami oleh masyarakat supaya tidak tersesat oleh komentar-komentar yang tidak paham akan asas teori dan asas hukum yang jelas, bahwa putusan Pengadilan Negeri ini kan belum berkekuatan hukum tetap, ada banding, ada kasasi, bahkan kecenderungan kita setelah kasasi dia akan melakukan peninjauan kembali," katanya.

Perlu diketahui, putusan Mahkamah Konstitusi menyebutkan peninjauan kembali bisa dilakukan lebih dari satu kali, tidak ada batasan berapa kali orang boleh melakukan peninjauan.

2. Lebih menguntungkan KUHP nasional

Eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Irjen Ferdy Sambo (ANTARA/HO-Polri)

Ferdy Sambo tidak bisa langsung dieksekusi mati setelah divonis oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikan vonis. KUHP akan diberlakukan pada 2 Januari 2026.

"Sampai KUHP itu berlakukan maka berdasarkan pasal 3 KUHP Nasional terperiksa, terlapor, tersangka, terdakwa, terpidana harus digunakan aturan yang lebih menguntungkan karena terjadi perubahan perundang-undangan. Artinya kalau ini sampai dengan 2026 maka yang menguntungkan adalah KUHP Nasional masa percobaan 10 tahun," katanya.

Dalam masa percobaan, hukuman dapat berubah dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup bila berkelakukan baik.

"Masa percobaan 10 tahun itu diliat kalau berkelakuan baik maka bisa diubah menjadi terpidana seumur hidup atau pidana sementara waktu 20 tahun. Tapi kalau dia tidak berkelakuan baik maka eksekusi pidana mati itu dilakukan," katanya.

Baca Juga: Pasal 100 KUHP Baru Disebut Disiapkan buat Sambo, Menkumham: Gila Aja!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya