TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kasus Pelecehan Seksual Gofar, Komnas Perempuan Soroti Relasi Kuasa

Video permintaan maaf korban viral di tengah publik

Gofar Hilman (instagram.com/pergijauh)

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menanggapi video permintaan maaf dari korban kasus pelecehan seksual oleh terduga presenter Gofar Hilman berinisial HSR atau S, lewat akun Twitternya pada 11 Februari 2022.

Menurut Komnas Perempuan, LBH Apik Jakarta dan Safenet selaku pendamping korban, sudah memberikan informasi langkah-langkah pendampingan untuk membantu korban, serta memastikan mendapatkan keadilan dan pemulihan.

Komnas Perempuan mencatat bahwa kerja-kerja pendampingan yang dilakukan lembaga-lembaga layanan, merupakan kerja yang kompleks dan sistematis.

"Kerja-kerja tersebut mulai dari mengurai kasus, mengklarifikasi, memverifikasi dan pada saat yang sama terus melakukan pemulihan pada korban, karena tidak jarang korban mengalami guncangan mental saat proses penanganan. Dalam proses ini, prinsip pemberdayaan dan penghormatan terhadap korban merupakan bagian fundamental dari pendampingan," kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, Senin (14/2/2022).

Baca Juga: Gofar Hilman Buka Suara soal Klarifikasi Korban Pelecehan Seksual

1. Minta korban dan penyintas tetap saling menguatkan di tengah polemik ini

Ilustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Korban S menyuarakan kasusnya lewat utas di Twitter. Usai viral, LBH Apik memberikan pendampingan pada korban, dan belakangan ternyata banyak korban lainnya yang muncul.

Di tengah berjalannya kasus ini, mendadak korban S muncul dan menyampaikan permintaan maaf dan mengklaim dia berhalusinasi.  

Berkaitan dengan ini, Komnas Perempuan menyerukan agar korban dan penyintas kekerasan seksual bisa terus saling menguatkan di tengah polemik dugaan kasus kekerasan seksual ini.

2. Relasi kuasa yang ada juga dipengaruhi popularitas

Gofar Hilman (instagram.com/pergijauh)

Komnas Perempuan mengungkapkan bahwa kekerasan seksual dalam berbagai bentuknya, adalah kekerasan terhadap perempuan berbasis gender.

Kekerasan seksual berakar dari ketimpangan relasi antara perempuan dan laki-laki di dalam masyarakat, yang kerap menempatkan perempuan sebagai bagian dari objek kuasa dan penundukan secara seksual. Relasi kuasa kerap berlapis dengan bentuk kekuasaan di antaranya popularitas. 

"Ironisnya, hukum kerap tidak dapat menjangkau pelaku karena hukum sendiri, termasuk aparatnya belum sepenuhnya berpihak pada korban, ditambah dengan sikap menyalahkan korban yang tumbuh subur dalam masyarakat," ujar Siti.

Sikap-sikap ini yang kemudian melahirkan budaya perkosaan atau rape culture yang menganggap normal sebuah kekerasan seksual. 

Baca Juga: Korban Dugaan Pelecehan Seksual Gofar Hilman Minta Maaf, Ada Apa?

3. Video terduga korban bisa berdampak pada korban dan penyintas lainnya

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Ada atau tidaknya tindakan kekerasan seksual, dibuktikan dengan sistem hukum pidana yang jadi satu-satu bentuk pengakuan. Padahal, menurut Siti, sistem pembuktian dan pilihan penyelesaian pidana terhadap korban serupa ini justru menjadi salah satu yang menyebabkan kondisi korban mengalami reviktimisasi.

Dalam kondisi kasus Gofar Hilman, polemik dari video terduga korban dapat berdampak pula pada korban dan penyintas kekerasan seksual dalam berbagai kasus.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya