TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemen PPPA Pastikan Korban Kekerasan Seksual Bechi Dapat Keadilan

Kemen PPPA berharap korban bebas dari diskriminasi

Syarifudin Pane bersama tersangka MSAT di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Desa Losari, Ploso, Jombang, Jawa Timur. (dok Istimewa)

Jakarta, IDN Times – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memastikan para korban kekerasan seksual di Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyyah, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mendapatkan keadilan.

Selain itu, Kemen PPPA juga bakal terus mengawasi proses hukum penanganan dan tindak lanjut kasus kekerasan seksual dengan tersangka MSAT alias Bechi itu. Diketahui, MSAT merupakan anak dari kiai pemilik ponpes tersebut.

"Dalam menjalankan fungsi penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan sebagai wujud komitmen kehadiran negara, Kemen PPPA akan terus mengawal proses hukum yang saat ini tengah berjalan dan memastikan para korban mendapatkan akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan,” ujar Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan Kemen PPPA, Margareth Robin Korwa, dalam Rapat Koordinasi Kasus Kekerasan Seksual Kabupaten Jombang, dilansir Sabtu (6/8/2022).

Baca Juga: JPU Bantah Semua Ekspesi yang Diajukan Pengacara Bechi

Baca Juga: Pihak Korban Berharap Bechi Dihukum Berat!

1. Diharapkan hakim pertimbangkan kesetaraan gender

Ilustrasi hukum (IDN Times/Mardya Shakti)

Dari hasil rapat koordinasi tersebut, Kemen PPPA dan kementerian atau lembaga terkait berharap dalam persidangan MSAT, hakim dapat mempertimbangkan kesetaraan gender dan bertindak non-diskriminasi.

Menurut dia, hal tersebut harus dilakukan sengan mengidentifikasi fakta persidangan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.

2. Hakim tidak diperkenankan merendahkan perempuan berhadapan dengan hukum

Kuasa hukum MSAT, Deni Hariyatna (tengah). IDN Times/Dok. Zainul Arifin

Margareth juga berharap Komisi Yudisial dapat memantau jalannya proses sidang dengan melihat penerapan pedoman dan larangan berdasarkan Pasal 5 PERMA Nomor 3 Tahun 2017.

Peraturan itu menegaskan, dalam pemeriksaan perempuan berhadapan dengan hukum ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

"Mulai dari hakim tidak diperkenankan untuk menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan, menyalahkan dan/atau mengintimidasi perempuan berhadapan dengan hukum," kata dia.

Selain itu, hakim juga diharapkan tidak membenarkan terjadinya diskriminasi terhadap perempuan dengan menggunakan kebudayaan, aturan adat, dan praktik tradisional lainnya. Termasuk menggunakan penafsiran ahli yang bias gender.

Baca Juga: Kemen PPPA: UU TPKS Perlindungan Lengkap Korban Kekerasan Seksual

Baca Juga: Kemen PPPA Bakal Standarisasi Pusat Informasi Anak

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya