TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Komnas Perempuan Desak DPR-Pemerintah Bahas RKUHP dengan Transparan 

Pemerintah dan DPR juga didesak segera publikasikan drafnya

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Jakarta, IDN Times - Pada Juli 2022, Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) rencananya akan segera disahkan, namun hingga saat ini beleid yang tersebar di publik hanya versi September 2019. 

Menanggapi proses RKUHP ini, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) berpandangan, DPR dan pemerintah perlu memastikan proses legislasi RKUHP berlangsung transparan dan partisipatif bagi masyarakat.

"Proses legislasi serupa ini adalah pivotal dalam demokrasi, dijamin oleh UU dan juga berkontribusi untuk meningkatkan kepercayaan publik pada pemerintah dan DPR RI. Proses legislasi juga perlu membuka pembahasan secara lebih menyeluruh, tidak terbatas pada 16 isu krusial, untuk memastikan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangan resminya, dilansir Selasa (28/6/2022).

Baca Juga: RKUHP: Hina Pemerintah Dipenjara 3 Tahun, Sebar Penghinaan 4 Tahun

1. Lembaga nasional HAM perlu memberi masukan

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Sebagai lembaga nasional HAM bermandat khusus, Komnas Perempuan berkepentingan untuk memberikan masukan terhadap RKUHP, guna terintregasinya perlindungan bagi kelompok rentan diskirminasi seperti perempuan, anak, dan penyandang disabilitas.

Hingga untuk memastikan tak ada reviktimasi pada perempuan korban dalam norma pemindaan dan delik pidana, yang berkenaan dengan kebebasan masyarakat hingga kekerasan berbasis gender.

2. Belum dipublikasikannya draf dinilai menghambat hak partisipasi

Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan, dalam konferensi pers Amnesty International Indonesia secara daring Senin (13/12/2021). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Hingga kini draf terbaru RKUHP belum dapat diakses oleh publik, karena pemerintah belum menyerahkan draf kepada Komisi III DPR.

"Kondisi ini patut disayangkan karena menghambat pemenuhan hak warga negara untuk berpartipasi secara bermakna, dalam pembentukan undang-undang," kata dia.

Hal ini dimandatkan dalam Pasal 96 ayat (4) UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Naskah Akademik dan/atau Rancangan Peraturan Perundang-undangan, dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

3. Perlu telaah ulang isu krusial lain di RKUHP selain 16 hal yang sudah dibahas

Wamenkumham Edward Komar Syarif Hiariez (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada 25 Mei membahas 16 isu krusial sebagai proses legislasi carry over di periode sebelumnya. Namun, Komnas Perempuan berpandangan bahwa masih terdapat isu krusial lain di samping 16 isu tersebut, yang juga perlu ditelaah ulang sebelum RKUHP disahkan, terlebih terkait disahkannya UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

"Telaah ulang perlu menggunakan prinsip uji cermat tuntas (due dilligence) untuk memastikan pemenuhan hak-hak konstitusional warga dengan mencermati kemungkinan kerugian pada kelompok rentan, sebagaimana dinyatakan dalam Naskah Akademik RUU KUHP. Termasuk di dalam pencermatan ini adalah memastikan tidak ada kerugian yang diakibatkan oleh bias gender," ujar Andy.

Baca Juga: RKUHP: Pelaku Aborsi Termasuk Orang yang Memaksa, Dipenjara 4-12 tahun

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya