TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Krisis Tenaga Kesehatan Jadi Mimpi Buruk Indonesia Hadapi Pandemik

Tenaga kesehatan kurang, pemerintah malah tambah faskes

Sejumlah tenaga kesehatan menangis saat memberi penghormatan terakhir kepada mendiang bidan Ilah Kurnia di RSUD Indramayu, Jawa Barat, Jumat (2/7/2021). Penghormatan tersebut diberikan kepada bidan Ilah Kurnia yang meninggal dunia akibat COVID-19 (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Jakarta, IDN Times - Gelombang baru pandemik yang melanda Indonesia telah meruntuhkan satu per satu garda terdepan perlawanan COVID-19. Kebijakan pemerintah yang berubah-ubah, hingga tingkat kepatuhan masyarakat pada protokol kesehatan yang menurun drastis telah mempertebal masalah di tengah pandemik.

Munculnya varian baru COVID-19 yang terus bermutasi turut berdampak pada penanganan virus di Tanah Air. Fasilitas kesehatan kolaps, tak mampu lagi membendung pasien. Sementara, angka kasus kematian terus mengalir bagaikan air bah. Pemandangan antrean mobil jenazah di banyak pemakaman bukan hal baru lagi, mirisnya nyawa masyarakat seakan tak lagi berharga.

Upaya demi upaya masih dilakukan pemerintah, namun permasalahan juga mengikuti di belakangnya. Salah satunya masalah pembangunan fasilitas kesehatan (faskes). Pembangunan faskes boleh saja masif, namun sayangnya tak sejalan dengan ketersediaan dan kekuatan tenaga kesehatan yang ada.

Ketua Dokter Indonesia Bersatu (DIB) Dokter Eva Sri Diana Chaniago, mengakui gencarnya pembangunan faskes tidak sebanding dengan kekuatan tenaga kesehatan, alat dan obat-obatan yang tersedia.

"Ini pasien dikumpulin, diadain tempat banyak-banyak, obatnya gak ada, alat bantunya gak ada,  jadi lagi ngapain mau lihat pembunuhan massal, coba logikanya, tenaga segitu-gitu aja, malah makin kurang," kata dia kepada IDN Times, Senin (19/7/2021) malam.

Baca Juga: Faskes Nambah tapi Nakes Obat Alat Terbatas, Dokter Eva: Cuma Nampung!

1. Jumlah tenaga kesehatan tak imbang dengan lonjakan pasien COVID-19

Infografis Indonesia Darurat Nakes. (IDN Times/Aditya Pratama)

Isu kekurangan nakes, menurut dokter Eva, juga didukung oleh obat-obat yang tak tersedia untuk menangani pasien, hal itu membuat tenaga kesehatan bingung bagaimana harus mengobati pasien. Padahal, banyak pasien datang dengan kondisi berat, saturasi di bawah normal.

"Harusnya ventilator dibanyakin, jadi akan semakin banyak pasien tertolong," kata dia.

Meski sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan sebanyak 2.200 dokter dan 20 ribu perawat yang baru lulus akan diterjunkan untuk membantu penanganan COVID-19, dokter Eva mengatakan permasalahan tak selesai sampai di situ.

Walaupun banyak lulusan bidang kesehatan yang langsung diminta turun ke lapangan menghadapi COVID-19, menurutnya, mereka tak bisa langsung mahir menghadapi pandemik. 

"Jadi tenaga kesehatan itu jumlahnya terbatas, jumlah pasien meningkat, tetapi tenaga kesehatan makin turun makin tidak berimbang," ujarnya.

Baca Juga: Minta Insentif Nakes Dipercepat, Mendagri: Ini Tanggung Jawab Pemda!

2. DKI Jakarta kebingungan mencari tenaga kesehatan di tengah lonjakan tajam kasus COVID-19

Ilustrasi tenaga kesehatan menangani COVID-19 (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Isu terkait kekurangan tenaga kesehatan sebenarnya sudah sering disuarakan oleh Pemprov DKI Jakarta, yang kerap menjadi wilayah dengan kasus COVID-19 tertinggi di Indonesia. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengungkapkan bahwa Jakarta saat ini masih membutuhkan banyak bantuan tenaga kesehatan (nakes).

Hal itu masih berlaku kendati kasus COVID-19 di Ibu kota mulai menurun usai meningkat selama beberapa waktu belakangan, namun DKI masih kekurangan nakes.

"Seluruh Jakarta hambatan dan tantangan yang kita hadapi itu, tenaga kesehatan, kami minta relawan yang memiliki kompetensi, keahlian segera mendaftarkan. Saudara-saudara kita membutuhkan kita agar bisa segera bergabung," kata Riza Patria usai blusukan di RSUD Tebet, Jakarta Selatan Sabtu (24/7/2021) lalu.

Memang, DKI Jakarta direncanakan bakal mendapat bantuan nakes dari Pemerintah pusat, namun dia berharap agar mereka bisa segera terjun dalam waktu dekat. DKI Jakarta juga kerap membuka lowongan tenaga Profesional Pengendalian COVID-19.

3. Pemerintah tambah 14 rumah sakit darurat COVID-19

Presiden Jokowi meresmikan pengoperasian Asrama Haji sebagai Rumah Sakit Darurat COVID-19 Asrama Haji pada Jumat (9/7/2021). (youtube.com/SekretariatPresiden)

Di tengah teriakan para tenaga kesehatan yang seakan sudah kehabisan tenaga, pemerintah baru-baru ini malah menambah belasan Rumah Sakit (RS) Darurat untuk menampung pasien COVID-19.

Juru Bicara Kementerian PUPR Bidang Teknologi, Industri dan Lingkungan, Endra S Atmawidjaja menjelaskan setidaknya ada 14 RS Darurat COVID-19 tambahan yang berdiri perlahan-lahan di Jawa dan Bali.

Pada 19 Juli RS di Bali dan Yogyakarta mulai dibuka, kemudian disusul Bandung pada 21 Juli dan pembangunan RS Darurat di Jakarta rampung dan mulai digunakan  pada 17 Juli dan akan dikejar oleh Surabaya di awal Agustus 2021.

“Di Jakarta, Asrama Haji Gedung A, B, C, H sudah selesai semua hari ini. Gedung A bahkan sudah menerima pasien mendekati 100 orang,” kata dia kepada IDN Times, Sabtu (17/7/2021).

ke-14 RS Darurat COVID-19 yang mulai berdiri tersebut adalah Asrama Haji Pondok Gede, RSCM Kiara di Jakarta, Asrama Universitas Telkom, Kimia Farma/Pertamedika, RS Pindad di Bandung, Rusun ASN BWS Serayu Opak, RS Harjolukito, Rusun UGM dan Rusun Universitas Negeri Yogyakarta di DI Yogyakarta.

Kemudian di Semarang ada Diklat Provinsi Srondol dan  Asrama Haji Donohudan serta di Surabaya ada RS Indrapura,  Bali Wisma Werdhapura, Wisma Bima, Kuta.

4. Menkes akui Indonesia krisis tenaga kesehatan di tengah pandemik

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan paparan saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/1/2021). Rapat tersebut membahas ketersediaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Problem krisis tenaga kesehatan ini sebelumnya telah diungkapkan Menteri Kesehahan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI secara virtual, Selasa (13/7/2021) lalu.

Budi mengatakan, saat ini pemerintah membutuhkan tenaga kesehatan di tengah lonjakan kasus COVID-19. Indonesia kekurangan hampir tiga ribu dokter dan hampir 20 ribu perawat.

“Kita kekurangan sekitar 2.200-2.900 dokter, dan kita membutuhkan sekitar 16 sampai 20 ribu perawat di tujuh provisi tujuh provinsi Bali, Banten, DIY, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur," ujar Budi.

Krisis nakes juga diungkapkan oleh Ketua Umum DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhilah. Ia tak memungkiri bahwa saat ini terjadi krisis tenaga perawat.

“Tampaknya kita krisis tenaga, sampai hari ini saya melihat belum bisa memenuhi jumlah (permintaan relawan tenaga perawat),” kata Harif dalam diskusi LaporCovid-19, Jumat (9/7/2021) lalu.

Harif mengatakan, pemerintah saat ini berupaya menambah tenaga atau relawan. Di tingkat pusat, Wisma Haji yang akan dioperasikan sebagai RS Darurat COVID-19 saja membutuhkan 450 orang perawat.

Dalam proses perekrutan itu, Harif menjelaskan bahwa di Jabodetabek terdapat 3.200 lulusan perawat. Namun, dalam dua hari ini, sebanyak 350 lulusan yang dihubungi, tak satu pun yang bersedia menjadi relawan.

“Ini repot. Karena lulusan Jabodetabek 85 persen sudah bekerja, 10 persennya mereka sudah jadi relawan. Yang 5 persen berbagai kondisi, tidak boleh sama orang tua, tidak mau, dan sebagainya,” kata dia.

Padahal, menurut Harif, penambahan tenaga relawan bisa mengurangi beban perawat yang saat ini bertugas. Namun di sisi lain, perawat atau tenaga kesehatan yang terinfeksi COVID-19 juga mengurangi jumlah tenaga yang bertugas. Sehingga, beban yang ditanggung perawat yang bertugas pun menjadi meningkat.

“Bukan hanya fisik tapi juga beban mental,” ungkapnya.

Baca Juga: Wagub DKI: Kasus COVID-19 Turun, Kami Kekurangan Tenaga Kesehatan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya