TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menteri PPPA Kutuk Pelecehan Seksual 8 Mahasiswi oleh Dosen Unand

Kutuk keras maraknya kekerasan seksual di perguruan tinggi

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Sukma Shakti)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) turut menyoroti kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen kepada delapan mahasiswinya di Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatra Barat.

Kemen PPPA dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Sumatra Barat, serta Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sumatra Barat, mengawal kasus ini dan memastikan korban mendapatkan perlindungan serta keadilan.

Bukan hanya itu, pendampingan serta pemulihan dari trauma juga akan dilakukan pada delapan korban.

“Saya mengutuk keras atas masih maraknya kekerasan seksual yang terjadi di lingkup universitas. Saya akan memastikan adanya jaminan akses keadilan bagi perempuan korban kekerasan dalam penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas keadilan”, ujar Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, di Jakarta, Kamis (29/12/2022)

Baca Juga: Kemen PPPA Pantau Kasus Kekerasan Anak Kandung di Apartemen Jaksel

Baca Juga: Puncak Hari Ibu, Menteri PPPA: Perempuan Masih Dianggap Kaum Lemah 

1. Sudah ada pendampingan hukum dan konseling psikologi

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga saat melakukan kunjungan kerja ke Ponorogo (dok. KemenPPPA)

Bintang menjelaskan, pihaknya sudah menindaklanjuti kasus dengan DPPPA dan UPTD PPA Sumatra Barat.

Kedua lembaga ini memberikan layanan rujukan lanjutan dan memastikan perlindungan serta pemenuhan hak bagi para korban hingga bantuan hukum. Salah satunya juga berkoordinasi dengan Universitas Andalas.

“Pihak kampus menyambut baik bantuan tersebut dan akan bekerja sama untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak korban, seperti memberikan pendampingan hukum, konseling psikologi, pemeriksaan kesehatan, melakukan asesmen awal kebutuhan korban, memberikan layanan rumah aman, termasuk rencana tindak lanjut kasus dengan berkoordinasi dengan pihak aparat penegak hukum terkait penanganan hukum,” kata Bintang.

2. Dijerat dengan pemberatan hukuman pidana

Ilustrasi tersangka (IDN Times/Mardya Shakti)

Pelaku, kata Bintang, bisa dijerat pidana dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Pasal 5 dan Pasal 6 atau dapat juga dikenakan Pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atas perbuatan cabul.

Dalam UU TPKS, pelaku dapat dikenakan pemberatan seperti termuat di Pasal 15 huruf b yang menyebutkan jika kekerasan seksual dilakukan oleh pendidik dan tenaga kependidikan, maka terdapat pemberatan hukuman pidana satu per tiga.

Baca Juga: Memahami Perbedaan Pelecehan Seksual dan Kekerasan Seksual

3. Dosen sebagai pelaku kekerasan sudah langgar Permendikbudristek

Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Bintang menjelaskan, pelaku yang merupakan dosen telah melanggar Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudirstek) Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

"Mari kita kawal bersama kasus ini dan bersama, kita upayakan pencegahan kasus kekerasan seksual dalam lingkup universitas agar tidak kembali terulang ke depannya. Kami berharap kasus ini dapat diproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” ujarnya.

Bintang mengajak semua pihak termasuk korban untuk berani bicara dan mengungkap kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.

Bagi korban atau siapapun yang melihat dan mendengar adanya kekerasan, dapat melaporkan kasusnya melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111-129-129.

Baca Juga: Kasus Kekerasan Seksual Menumpuk, LBH Medan Sebut Penanganan Lamban

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya