TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejuk Minta Media Tak Diskriminatif Beritakan LGBTQ

Banyak media cenderung gunakan diksi menyudutkan LGBTQ

Ilustrasi LGBT (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) meminta agar media tak diskriminatif memberitakan informasi terkait isu-isu Lesbian, Gay, Bisexual, Transgendered and Questioning (LGBTQ).

Salah satu isu yang santer diberitakan contohnya adalah soal ASEAN Queer Advocacy Week (AAW) yang awalnya akan digelar di Jakarta pada 17-21 Juli 2023, namun mendapat berbagai respons penolakan dari sebagian unsur masyarakat hingga kepolisian.

"Biasanya dari monitoring kita melihat selain framing, masuk ke judul yang digunakan, narasinya dan narasumber. Nah ini satu kesatuan dengan panduan isu keberagaman gender," kata Manager Program Sejuk, Thowik saat berkunjung ke kantor IDN Media HQ, Jakarta, Rabu (9/8/2023).

Baca Juga: Kami Berani: Marak Dorongan Raperda Anti LGBT di Sejumlah Provinsi

1. Ada 322 berita cenderung gunakan diksi menyudutkan dan bernarasi kebencian

Tim Sejuk bersama komunitas LGBTQ berkunjung ke kantor IDN Media pada Rabu (9/8/2023). (IDN Times/Rini)

Data dari Arus Pelangi yang disampaikan di kantor IDN Times menunjukkan ada 130 pemberitaan negatif tentang LGBTQ. Contohnya dalam isu AAW yang ramai diberitakan, ada 322 berita yang disebut cenderung diskriminatif dan mengamplifikasi narasi kebencian. 

"Dampaknya ke komunitas (LGBTQ), aparat ikut terjun dan melakukan intimidasi, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan terhadap kelompok tertentu. Di Jakarta saja, kelompok LGBTQ tidak punya ruang aman. Bahkan pemprov turun untuk melakukan sweeping. Spanduk anti-LGBT pun sudah muncul di tingkat RT," ujar Caca dari perwakilan Arus Pelangi.

2. Pentingnya pemahaman isu keberagaman dan pemilihan narasumber saat mengangkat isu LGBTQ

Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Lubis menerima kunjungan tim SEJUK di kantor IDN Media HQ, Rabu (9/8/2023) (IDN Times/Rini)

Sementara Pemimpin Redaksi IDN Times, Uni Lubis, mengatakan banyak media yang memilih untuk tidak banyak meliput LGBTQ karena khawatir dinilai mempromosikan kelompok tersebut.

"Isu agama dan keberagaman sering dihindari, karena ada kekhawatiran akan ketidakpahaman. Di Indonesia yang (penduduknya) mayoritas Islam, ada ketakutan, jadi hanya memberitakan dari mulut ke mulut. Akhirnya (hanya) statement MUI yang muncul."

"Sehingga menurut saya sebagai jurnalis harus kreatif, kalau tak bisa mewawancarai komunitas, paling gak wawancara SEJUK atau terkait lainnya agar cover both side. Dan yang paling penting adalah doing know HAM," kata Uni.

Uni juga mengingatkan agar jurnalis dapat menentukan narasumber yang clear, yang mengusung keberagaman. 

"Tidak cukup hanya pihak yang berhadapan. Tidak hanya cover both side, tapi cover both all. Harus cari narsum lain yang bisa mengingatkan, kesetaraan akses itu penting," tegasnya.

Baca Juga: Tuai Kecaman, Pertemuan LGBT se-ASEAN Batal Digelar di Jakarta 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya