TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Skandal Miss Universe Indonesia, Kontes Kecantikan Dipertanyakan

Harusnya ajang kecantikan jadi lebih bermakna

Mahkota Miss Universe Indonesia 2023 (Dok.UBS Gold)

Jakarta, IDN Times - Kasus dugaan pelecehan seksual dalam ajang kecantikan Miss Universe Indonesia 2023 menjadi perhatian berbagai pihak. Sejauh ini, Polda Metro Jaya sudah memeriksa tujuh finalis yang diduga mengalami pelecehan seksual. Mereka dipotret tanpa busana dalam agenda pemeriksaan fisik atau body checking.

Keberadaan ajang kecantikan pun dipertanyakan, apakah eksistensinya dibutuhkan untuk menentukan standar kecantikan perempuan atau tidak?

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengatakan, ajang kontes kecantikan memiliki ruang polemik sejak dulu. Hal ini dikarenakan terkait dengan standarisasi perempuan.

“Jadi di satu titik, kritik banyak sekali bahwa dia memberikan standarisasi bagi perempuan, pasti cantik harus ukuran tubuh tertentu, paras tertentu, kulit tertentu, dan lain-lain. Tetapi kehadiran kritik itu memungkinkan sejumlah ajang kecantikan berubah. Mengupayakan proses inklusi,” kata dia saat ditemui IDN Times, Selasa (15/8/2023) lalu di Jakarta.

Dia mencontohkan, inklusi itu ditunjukkan dengan beberapa pemenang kontes kecantikan yang merepresentasikan warna kulit yang berbeda. 

Baca Juga: Gantikan Miss Universe, YPI Resmi Ambil Lisensi Miss Charm Indonesia

Baca Juga: Komnas Perempuan Terima Aduan Pelecehan Miss Universe Indonesia 2023

1. Komersialisasi tubuh perempuan di ajang kecantikan

Infografis dugaan pelecehan seksual Miss Universe Indonesia 2023. (IDN Times/Aditya Pratama)

Kritik juga muncul saat kontes kecantikan ini menjadi upaya untuk mengomersialisasikan tubuh perempuan. Apalagi saat sponsor yang muncul adalah produk-produk kecantikan atau perusahaan yang menempatkan perempuan sebagai objek seksual.

Banyak pula kritik yang justru memungkinkan ajang kecantikan tidak hanya mengukur kecantikan fisik, tetapi berkembang dengan peningkatan kapasitas intelektual perempuan itu sendiri.

“Yang menjadikan pemenangnya, jadi ikon tersendiri untuk isu-isu sosial yang mungkin karena mereka cantik by the standard, publik ramai sehingga mereka lebih gampang menarik minat orang untuk mendengarkan pesan-pesan yang seharusnya lebih banyak orang mau terlibat di dalamnya,” ujarnya.

“Jadi kontestasi itu selalu muncul polemik tarik-menarik kepentingan yang hadir di ajang kecantikan,” katanya.

Baca Juga: Polisi Panggil Korban Kasus Miss Universe Indonesia 2023 Pekan Depan

2. Membuat ajang kecantikan jadi lebih bermakna

Andy Yentriyani, Komisioner Komnas Perempuan/ Pimpinan Transisi (Tangkap Layar Facebook/IDN Times)

Andy mengatakan, hal ini bukan soal mempertanyakan apakah ajang kecantikan masih perlu ada atau tidak, tetapi tentang bagaimana menjadikan ruang ajang kecantikan lebih bermakna.

Menurut dia, hal ini bisa dilakukan dengan menjadikan ajang kontes kecantikan untuk tidak menjadikan perempuan sebagai obyek seksual dan komersialisasi.

“Tidak lagi juga mengandalkan kecantikan sesaat yang sebetulnya gampang sekali berubah dari waktu ke waktu, tetapi juga memastikan ruang untuk role-modeling kaum-kamu muda bahwa ini lho perempuan, bisa jadi apa saja yang mereka inginkan dan bisa menjadi motor penggerak sosial,” ujar Andy.

3. Kemen PPPA komitmen kawal tuntas kasus pelecehan Miss Universe Indonesia 2023

Potret R'Bonney Gabriel, Miss Universe 2022 di Acara Grand Final Miss Universe Indonesia 2023 (Instagram.com/pageantempire)

Adapun dalam kasus pelecehan dalam rangkaian acara Miss Universe Indonesia 2023,  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah menerima audiensi kuasa hukum para finalis.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati, mengatakan, pihaknya akan mengawal tuntas kasus ini.

“Kementerian PPPA akan mendampingi kasus ini sampai sampai tuntas karena memang tugas kita sekarang ini memastikan pemenuhan hak-hak korban, itu yang terpenting. Kami juga terus berkoordinasi dengan kepolisian dan karena ini dengan lokusnya ada di DKI,” kata dia kepada IDN Times.

4. Sesuaikan kebutuhan para korban

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati pada Rapat Koordinasi antar Lembaga dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (Dok. KemenPPPA)

Dia mengatakan, pihaknya juga berupaya memberikan kebutuhan para korban. Salah satunya seperti pendampingan psikologis.

Jika nantinya dalam proses penyelidikan atau penyidikan dibutuhkan saksi ahli, maka Kemen PPPA juga akan berupaya memenuhinya. Hal ini adalah untuk mempercepat proses penanganan kasus dan akses keadilan bagi para korban.

Baca Juga: Dirjen HAM: Dugaan Pelecehan Miss Universe Bisa Jadi Catatan Buruk

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya