Faisal Basri Sebut Demokrasi RI di Bawah Timor Leste dan Papua Nugini
DPR didorong selidiki penyalahgunaan kekuasaan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menyusul Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII), jajaran intelektual dan guru besar dari universitas se-Jabodetabek, termasuk mahasiswa, menyuarakan keresahan mereka terhadap sistem demokrasi saat ini. Mereka menyebut, demokrasi saat ini sudah mundur, dari aspek ekonomi hingga hukum.
Keresahan itu disampaikan dalam acara yang bertemakan, 'Menegakkan Konstitusi, Memulihkan Peradaban dan Hak Kewargaan', yang berlangsung di Gedung IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Kampus Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2024).
Tampak dalam acara ini hadir Guru Besar UI Harkristuti Harkrisnowo, Guru Besar IPB Andreas Santoso, Guru Besar UIN Saiful Mujani, Akademisi UNJ Ubedilah Badrun, Guru Besar UI Sulistyowati Irianto, Guru Besar UI Valina Singka Subekti, Guru Besar STF Driyarkara Dwi Kristanto, Ekonom Senior UI Faisal Basri, Akademisi STH Jentera Bivitri Susanti, dan Guru Besar UNJ Hafid Abbas.
Baca Juga: Kritik Jokowi, Akademisi se-Jabodetabek Serukan Seruan Salemba
1. Ekonom senior UI sebut indeks demokrasi Indonesia di bawah Papua Nugini dan Timor Leste
Faisal Basri menyebut, berdasarkan laporan V-Dem Democracy Index, indeks demokrasi Indonesia terus menurun dari 0,43 pada 2023 menjadi 0,36 pada 2024. Peringkat Indonesia juga turun dari 79 ke 87, bahkan berada di bawah Papua Nugini dan Timor Leste.
Menurut Faisal, skor demokrasi Indonesia yang turun mendekati nol, sangat kontras dengan skor saat Joko "Jokowi" Widodo pertama kali dilantik jadi presiden pada 2014, dimana demokrasi saat itu mencapai level tertinggi.
Pada kesempatan ini, Faisal juga mengkritik dengan menyebut terjadi pelemahan institusi penegak demokrasi oleh penguasa, yang diduga untuk melindungi kepentingan tertentu, terutama terkait dengan keluarga presiden yang berada di pemerintahan.
Ia juga menyoroti fakta bahwa penguasa dan pengusaha kini tergabung dalam satu kelompok kepentingan, di mana kekayaan alam lebih dikuasai oleh kelompok pengusaha daripada dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
"Demokrasi mendekati nol, kekayaan alam dirampok," tegas Faisal.