TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gen Z, Kenali Beda Kampanye Negatif dan Black Campaign dalam Pemilu

Apa bedanya black campaign dan kampanye negatif?

Ilustrasi kampanye (IDN Times/Galih Persiana)

Jakarta, IDN Times — Pemilu 2024 semakin dekat. Partai politik di Indonesia mulai memanaskan mesin menuju kontestasi politik 5 tahunan tersebut.

Bagi Generasi Z, Pemilu 2024 nanti akan menjadi kesempatan pertama menggunakan hak suaranya. Oleh karena itu, pendidikan politik untuk pemilih pun tak bisa dikesampingkan.

Berdasarkan beberapa pengalaman dalam pemilu sebelumnya, ajang pemilihan pemimpin daerah tak lepas dari yang namanya black campaign atau kampanye hitam. Tak hanya itu, sempat berkembang juga kampanye negatif yang bertujuan menjatuhkan salah satu lawan.

Apa itu sebenarnya kampanye hitam dan kampanye negatif dalam pemilu? Yuk simak penjelasannya!

Baca Juga: 30 Ribu Gen Z Semarang Ditarget Bisa Kantongi e-KTP Jelang Pemilu 2024

Baca Juga: Dear Gen Z, Tahu Gak Sih Alasan Pemilu Digelar 5 Tahun Sekali?

1. Kampanye negatif diperbolehkan di Indonesia

Ilustrasi kampanye (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topa Santoso, mengatakan, kampanye negatif tidak bertentangan dengan hukum kepemiluan.

Kampanye negatif dilakukan dengan menunjukkan kelemahan dan kesalahan pihak lawan politik. Pihak yang menggunakan kampanye negatif kemungkinan besar akan membuka data relevan dan bisa dipertanggungjawabkan yang merugikan lawan.

“Kampanye negatif ini aspek hukumnya sah saja. Bahkan, itu berguna membantu pemilih membuat keputusannya. Misalnya, ada berita yang menunjukkan data-data utang luar negeri, itu sah dan bisa saja dikeluarkan. Pemilih akan lebih cerdas memilih,” kata Topo.

Pihak yang diserang melalui kampanye negatif, ujar dia, bisa membalas dengan mengeluarkan sebuah data valid atau argumen yang bisa membela posisinya.

Baca Juga: IDN Times Luncurkan Gen Z Memilih, Tanya soal Pemilu Boleh Banget!

2. Kampanye hitam dilarang dalam UU Pemilu

idntimes.com

Sementara itu, berbeda dengan kampanye negatif, kampanye hitam ditujukan untuk menuduh pihak lawan dengan tuduhan palsu atau tuduhan yang belum terbukti.

Contoh paling sederhana dalam kampanye hitam adalah menuduh seseorang tidak pantas menjadi pemimpin karena agama atau rasnya. Tentunya tuduhan ini sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Kampanye hitam juga dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2018 Pasal 280 ayat (1) dan Pasal 521 tentang Pemilu.

Pasal 280 berbunyi, 'Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain.'

Pasal 521 berbunyi, 'Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h,i, atau j, dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak 24 juta rupiah.'

Baca Juga: Parpol Apa yang Cocok untuk Milenial dan Gen Z? Cek Jawabannya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya