TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

MPR Bentuk Panitia Ad Hoc Bahas PPHN, Ditetapkan September 2022

PPHN mendesak dihadirkan sebagai Garis Besar Haluan Negara

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Jakarta, IDN Times - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, pihaknya telah membentuk Panitia Ad Hoc untuk melakukan pembahasan materi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) di periode 2019-2024.

Dia menjelaskan jika Panitia Ad Hoc ini melibatkan perwakilan fraksi dan kelompok di DPD.

“Pembentukan Panitia Ad Hoc terdiri dari 10 pimpinan MPR dan 45 fraksi-fraksi dan kelompok DPD,” kata pria yang akrab disapa Bamsoet ini di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2022).

Baca Juga: MPR Tak Akan Amandemen UUD 1945, Akan Bentuk Panitia Adhoc

1. Penetapan Panitia Ad Hoc pada September 2022

Gedung MPR DPR RI (IDN Times/Marisa Safitri)

Bamsoet mengungkapkan, Panitia Ad Hoc bakal diputuskan dan ditetapkan dalam Sidang Paripurna MPR RI pada awal September 2022.

Dia menjelaskan keputusan membentuk Panitia Ad Hoc ini diambil usai pimpinan MPR menggelar rapat gabungan terkait rancangan bentuk hukum PPHN yang sebelumnya telah diusulkan badan pengkajian MPR.

“Nanti akan diputuskan pengambilan keputusannya dalam sidang paripurna awal September mendatang karena tidak mungkin kita sisipkan di sidang tahunan pada 16 Agustus,” ujarnya.

2. PPHN dihadirkan tanpa amandemen UUD 1945

Suasana Kompleks Parlemen Senayan di Jakarta, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

Bamsoet juga menegaskan pihaknya telah menyepakati menghadirkan PPHN tanpa amandemen UUD 1945. PPHN akan dihadirkan kembali melalui konvensi ketatanegaraan.

Menurutnya, konvensi ketatanegaraan merupakan terobosan dari Badan Pengkajian MPR dalam menghadirkan PPHN seiring dengan amandemen UUD 1945.

Dia kemudian menegaskan usulan Badan Pengkajian MPR terkait konvensi ketatanegaraan itu berdasarkan pada Pasal 100 ayat 2 Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI.

“Badan Pengkajian menemukan suatu terobosan baru untuk menghindari adanya amendemen, karena situasi politik hari ini tidak memungkinkan kita melakukan perubahan atau amendemen atas UUD. Maka terobosan itu adalah dengan berpijak pada argumentasi atau dasar hukum Pasal 100 di tatib ayat 2 khususnya bahwa ketetapan MPR dapat dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan yang bisa mengikat ke dalam maupun ke luar," jelasnya.

Baca Juga: MPR Bahas PPHN, Bamsoet: Tidak Ada soal Masa Jabatan Presiden

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya