Jokowi Akan Berikan Gelar Pahlawan kepada Dokter Pribadi Soekarno
Jokowi akan memberikan 5 gelar pahlawan pada 10 November
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo menerima Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, hari ini, Kamis (3/11/2022). Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menyampaikan nama-nama yang bisa diberikan gelar pahlawan nasional.
"Hari ini Bapak Presiden sesudah berdiskusi dengan kami, dengan Dewan Gelar dan Tanda-Tanda Kehormatan, itu memutuskan tahun ini memberikan lima (gelar pahlawan nasional) kepada tokoh-tokoh bangsa yang telah ikut berjuang mendirikan negara Republik Indonesia melalui perjuangan kemerdekaan dan mengisinya dengan pembangunan-pembangunan sehingga kita eksis sampai sekarang sebagai negara yang berdaulat," ujar Mahfud dalam keterangannya disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Baca Juga: Megawati Setuju dr Soeharto dan Ratu Kalinyamat Dapat Gelar Pahlawan
Baca Juga: Buya Syafii Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Ini Respon Muhammadiyah
1. Dokter pribadi Soekarno akan diberi gelar pahlawan nasional
Mahfud menyampaikan, nama pertama yang akan diberi gelar pahlawan nasional tahun ini yakni almarhum DR. dr. H. R. Soeharto dari Jawa Tengah. dr. Soehartono merupakan dokter pribadi Presiden pertama RI, Ir. Soekarno.
Mahfud menjelaskan, dr. Soeharto selama hidupnya juga ikut membantu dalam pembangunan sejumlah infrastruktur di Tanah Air.
"Ikut pembangunan department store syariah dan pembangunan Monumen Nasional serta Masjid Istiqlal dan pembangunan Rumah Sakit Jakarta serta salah seorang pendiri berdirinya IDI (Ikatan Dokter Indonesia)," ucap dia.
Kedua, gelar pahlawan nasional akan diberikan kepada almarhum KGPAA Paku Alam VIII yang merupakan Raja Paku Alam dari tahun 1937-1989. KGPPA Paku Alam VIII bersama Sultan Hamengkubuwono IX dan Keraton Yogyakarta melakukan inisiasi bergabung dengan NKRI.
"Sehari sesudah (kemerdekaan) itu beliau menyatakan bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kemudian Yogyakarta menjadi ibu kota yang kedua dari Republik ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1946," kata Mahfud.