TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Genap 1 Tahun Menjabat Kapolri, Ini 7 Fakta Jenderal Idham Aziz

Pengajuan nama Idham Azis sempat dianggap cacat administrasi

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Jakarta, IDN Times - Kemarin genap satu tahun Jenderal Pol Idham Azis sebagai Kapolri, setelah menggantikan Janderal (Purn) Tito Karnavian yang saat ini menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Saat itu, upacara pelantikan dilaksanakan di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Jumat, 1 November 2019.

Seperti apa sosok Idham Azis dan perjalanan kariernya selama ini di Polri? Berikut tujuh fakta tentang Idham yang menonjol di muka publik:

Baca Juga: Jika Jadi Kapolri, Idham Azis Tak Mau Terima Anggotanya di Rumah Dinas

1. Berhasil melumpuhkan gembong teroris Dr Azhari

Dokumen Humas Polri

Idham Azis yang lahir di Kendari, Sulawesi Tengah, 30 Januari 1963 adalah lulusan  Akademi Kepolisian (Akpol) pada1988. Ia dikenal memiliki pengalaman yang mumpuni dalam bidang reserse.

Idham dikenal berprestasi dalam hal melumpuhkan teroris. Pada 9 November 2005, ia bersama timnya berhasil melumpuhkan gembong teroris, Dr Azhari, di kawasan Batu, Malang, Jawa Timur.

Atas prestasinya ini, setelah bergabung dalam tim Bareskrim, Idham memperoleh kenaikan pangkat dari Kapolri saat itu, Jenderal Polisi Sutanto.

2. Bersama Tito Karnavian ikut melumpuhkan teroris di Poso

(Kapolri Idham Azis) ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Hanya sehari setelah berhasil melumpuhkan gembong teroris Dr Azahari, pada 10 November 2005, Idham Azis mendapat perintah berangkat ke Poso.

Idham kemudian terbang dari Surabaya menuju Palu dan tiba di Poso langsung bergabung dengan Tito Karnavian yang sudah berada di sana.

Tito memintanya untuk menjadi wakilnya dalam kasus investigasi mutilasi tiga gadis Kristen yang terjadi di Poso. Per 12 November 2005, Idham resmi menjadi Wakil Ketua Satgas Bareskrim Poso mendampingi Tito Karnavian.

3. Dari Kapolda Metro Jaya hingga Kabareskrim

Kapolri Jenderal Idham Aziz. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Dengan sederet pengalamannya, pada 3 Oktober 2014 hingga 28 Februari 2016, Idham Azis menjabat sebagai Kapolda Sulawesi Tengah. Selanjutnya pada 23 September 2016 hingga 20 Juli 2017, Idham Azis ditugaskan sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Kariernya terus meroket dan ia dipercaya menjadi Kapolda Metro Jaya lalu kemudian dimutasi menjadi Kabareskrim.

Pangkatnya pun naik yang sebelumnya masih sebagai Inspektur Jenderal (Irjen) menjadi Komisaris Jenderal (Komjen). Sebagai Kabareskrim, Idham menggantikan Komjen Pol Arief Sulistyanto yang dimutasi menjadi Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri.

Keputusan rotasi tersebut tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor ST/188/I/KEP/2019 tertanggal 22 Januari 2019. Surat tersebut telah ditandatangani Asisten Kapolri bidang SDM Irjen Pol Eko Indra Heri.

4. Punya sederet pekerjaan yang belum tuntas saat menjabat Kapolda Metro Jaya

ANTARA FOTO/Desca Lidya Natalia

Selama 18 bulan menjabat posisi Kapolda Metro Jaya, Idham masih menyisakan banyak kasus yang belum terselesaikan. Akan tetapi, lulusan Angkatan Kepolisian (Akpol) 1988 itu juga telah berhasil mengungkap kasus-kasus yang terjadi selama masa kepemimpinannya.

Salah satu kasus yang belum terungkap hingga sampai saat ini ialah kasus penyiraman air keras yang terjadi pada 11 April 2017 yang lalu. Kasus itu menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Sudah hampir 3 tahun, polisi masih belum mampu mengungkap pelaku dibalik kejadian tersebut.

Pada akhir tahun 2018, Idham sempat menyatakan, memang masih banyak pekerjaan yang belum terselesaikan, salah satunya kasus Novel Baswedan. Kala itu ia mengatakan masih terus berupaya mengungkap kasus Novel.

"Kami terus melakukan analisis dan evaluasi (kasus Novel) karena ini merupakan bagian utang dari Polda Metro Jaya untuk menuntaskan semua kasus-kasus. Secara rutin selalu menyampaikan progres contohnya ke Kompolnas dan Ombudsman. Bahkan, ke Komnas HAM pun kami turut menawarkan beberapa opsi," jelas Idham kala itu.

Tidak hanya itu, deretan kasus mandek lainnya ialah kasus kematian yang menimpa Akseyna Ahad Dori yang tewas mengambang di Danau Kenanga Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat pada 26 Maret 2015. Hingga saat ini, itu masih menyisahkan tanda tanya mengenai perkembangan kasus tersebut.

Kasus serupa lainnya mengenai kematian mahasiswa Universitas Indonesia Esa Unggul, Tri Ari Yani Puspo Arum alias Arum, 22, di kamar kos di Jalan Haji Asmad Ujung, Perumahan Kebon Jeruk Baru, Jakarta Barat, Senin 9 Januari 2017.

Kemudian, rentetan teror bom molotov juga terjadi yang menimpa berbagai politikus maupun jajaran birokrat lainnya. Pada 6 Agustus 2018 yang lalu, teror bom molotov terjadi di rumah politikus PDIP, Kapitra Ampera.

Tidak hanya itu, teror bom molotov di rumah juga menimpa politikus PKS, Mardani Ali Sera, pada 19 Juli 2018. Dan yang terakhir, teror bom molotov Ketua KPK, Agus Rahardjo, dan Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, pada 9 Januari 2019 lalu.

Idham mengatakan, dalam menangani kasus ada tingkat kesulitannya masing-masing. Ada yang bisa diselesaikan dengan mudah, ada juga yang membutuhkan waktu yang lama. Menurutnya, setiap kasus mempunyai rintangan yang berbeda.

"Ya memang kami sadari tidak semua kasus itu mudah dan mempunyai spesifikasi pengungkapan yang berbeda-beda itu sudah alami," kata Idham.

Idham mengatakan, meski beberapa kasus masih belum terselesaikan, ada kasus-kasus yang sudah diselesaikan proses hukumnya. Contohnya adalah pembunuhan satu keluarga di Jalan Bojong Nangka 2 RT 002 RW 07, Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati Kota Bekasi, Jawa Barat. Pembunuhan itu dilakukan oleh Haris Simamora yang merupakan saudara dari korban.

Kemudian kasus yang menimpa wartawan Muhhamadiyah TV, Abdullah Fitri Setiawan alias Dufi (43). Ia ditemukan tewas di dalam tong sampah di kawasan Bogor, Jawa Barat. Pelaku pembunuhan berhasil ditemukan oleh kepolisian.

Tidak hanya itu, kepolisian juga berhasil mengungkap kehobongan yang dilakukan Ratna Sarumpaet yang kala itu diduga mengalami pemukulan di Bandung, Jawa Barat. Kemudian, mengungkap kasus mafia tanah di wilayah Bekasi, dan persoalan Gedung Samsat Jakarta Timur.

Pada 21 April 2016, Idham berhasil membongkar gudang makanan kedaluwarsa di Jalan Raya Dadap Prancis Kosambi Timur, Kabupaten Tangerang. Pria kelahiran Kendari, Sulawesi Tenggara itu, juga berhasil menggagalkan peredaran ganja seberat 1.434 kilogram yang dicampur limbah ikan asin pada 30 Juli 2017. Kasus lainnya yang berhasil diungkap ialah pembunuhan wanita hamil asal Thailand berinisial JP yang dibunuh suaminya di sebuah hotel di Jakarta Pusat pada 25 Mei 2018.

11 Desember tahun 2018, Kasus ITE berupa penjualan blanko e-KTP secara daring dengan pelaku berinisial NI juga berhasil diungkap. Lalu, jajaran Polres Jakarta Barat berhasil menangkap Hercules untuk memberantas premanisme.

5. Pengajuan nama Idham Azis dianggap cacat administrasi

Dokumen Humas Polri

Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, mengatakan bahwa nama Idham Azis diusulkan berdasarkan surat dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Surat itu diberikan kepada Jokowi, pada Senin (21/10) lalu. Total, ada lima nama calon Kapolri, yang direkomendasikan Kompolnas ke Jokowi.

"Kemudian, Presiden memilih nama Idham Azis dan meneruskan surat itu ke DPR untuk dilakukan uji kepatutan di Komisi III. Tapi, surat Kompolnas mau pun Surat Presiden ke DPR itu cacat administrasi," kata Neta dalam keterangannya yang diterima IDN Times di Jakarta, Rabu (23/10).

Neta mengungkapkan, berdasarkan ketentuan Kompolnas, masa dinas calon Kapolri minimal dua tahun. Sedangkan masa dinas Idham Azis belum mencapai dua tahun.

"Untuk itu, IPW mendesak Komisi III DPR harus menolak uji kepatutan untuk calon Kapolri Idham Azis dan mengembalikan Surat Presiden tersebut agar calon Kapolri yang ditetapkan Presiden sesuai ketentuan," ungkap Neta.

"Jika tidak, pencalonan Kapolri kali ini akan menjadi preseden," sambungnya.

DPR RI telah menerima Surat Presiden untuk pengangkatan Idham Aziz sebagai Kapolri, untuk menggantikan Tito Karnavian.

“Sudah masuk (Supres pengangkatan) ke DPR dan setelah Komisi III terbentuk akan di-fit and proper test,” kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco saat dihubungi, Rabu (23/10).

Sambil menunggu Komisi lll terbentuk, peran Kapolri masih dipegang oleh Wakapolri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto selaku Pelaksana tugas (Plt).

6. Komisi III DPR menilai keluarga Idham Azis jadi panutan

IDN Times/Vanny El Rahman

Usai wawancara, Komisi III DPR menyimpulkan bahwa keluarga Idham merupakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warohmah. Keluarga Idham juga patut dijadikan contoh bagi seluruh anggota Korps Bhayangkara.

"Kami berkesimpulan bahwa keluarga ini bisa jadi panutan. Yang mana, jika selesai nanti dipilih kadi Kapolri, bapak dan ibu ini bisa jadi bapak ibu seluruh anggota Polri di seluruh Indonesia," ungkap Herman.

Komisi III DPR, kata Herman, juga meyakini Idham bakal menjalankan tugas dengan baik saat menjadi Kapolri. Mereka juga puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan Idham.

"Kami berharap, semoga Allah selalu melindungi keluarga ini dan diizinkan sebagai Kapolri nanti. Jam 14.00 WIB siang kami akan lakukan fit and proper test," ujar Herman.

Baca Juga: Uji Kelayakan Calon Kapolri, Ini Komitmen dan Program Idham Azis

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya