Ini Biang Kerok Politisi dan Pejabat Getol Rampok Uang Rakyat
Pembiayaan politik yang mahal sebenarnya bisa disiasati
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengatakan, mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan dalam pemilu presiden (pilpres), pemilu legislatif (pileg), dan pemilihan kepala daerah (pilkada), menjadi 'bumerang' keberlangsungan sistem demokrasi dan keberadaan partai politik di Indonesia.
"Hal itu melahirkan praktik-praktik korup yang dilakukan para politisi atau pejabat yang terpilih. Karena keterpilihan mereka tidak ditentukan kualitas dan kapabilitasnya, tapi 'isi tas' atau besaran dana politik yang bersumber dari kantong pribadi atau dari penyandang dana," kata Fahri dilansir ANTARA, Minggu (5/9/2021).
Baca Juga: 7 Pasutri Pejabat Negara yang Ditangkap KPK karena Garong Uang Rakyat
1. Politisi berlomba mengembalikan biaya politik dengan korupsi
Mantan Wakil Ketua DPR RI itu mengatakan, kerusakan sebuah negara demokrasi, bisa dilihat setidaknya dari tingkah laku parpolnya, terutama yang masuk dalam lingkaran kekuasaan.
Fahri mengaku tak heran apabila para politisi atau pejabat terpilih dalam jabatan tertentu, maka yang terpikir pertama kali adalah bagaimana mengembalikan biaya politik yang telah dikeluarkan agar 'balik modal'.
Mantan politikus PKS itu menyebut, hampir tidak ada klaster politik yang tidak ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan kasus terbaru seorang anggota DPR dari Fraksi NasDem Hasan Aminuddin bersama istrinya yang merupakan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari yang kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) penyidik KPK.
"Segera dilakukan pembenahan agar parpol dan sistem demokrasinya sehat. Partai politik itu sebenarnya lembaga pemikiran untuk mengintroduksi cara berpikir dalam penyelenggaraan negara, namun sekarang justru menjelma menjadi mesin kekuasaan," ujarnya.
Baca Juga: Peta Politik Pilpres 2024, Diprediksi Memunculkan 3 Pasangan Calon