TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Awal Mula Ketua Umum PAN Diajak Rapat Koalisi dengan Jokowi

Ketum PAN mengaku ditelepon Sekretaris Kabinet Pramono Anung

Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan atau Zulhas saat berpidato dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PAN, Selasa (31/8/2021). (dok. PAN)

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan atau Zulhas mengungkapkan awal mula dia diundang dalam rapat partai koalisi bersama Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Zulhas mengaku awalnya dihubungi Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

"Memang waktu kemarin saya ditelepon oleh Mas Pram tuh 6 hari sebelum acara itu, saya nggak tahu kalau ada pertemuan besar (rapat koalisi)," kata Zulhas saat berpidato dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PAN, Selasa (31/8/2021).

Baca Juga: Bila Reshuffle Kabinet karena PAN, 3 Kursi Menteri Ini Paling Terancam

1. Zulhas mengaku tahu diundang rapat koalisi dengan Presiden Jokowi sehari sebelum acara

Pertemuan Presiden Jokowi dengan ketua umum dan sekjen partai politik di Istana, Rabu (25/8/2021) sore. (Dok. PDP)

Zulhas mengaku baru mengetahui diundang rapat koalisi saat dihubungi Sekjen PAN, Eddy Soeparno.

"Saya baru tahu malam sebelum pertemuan besoknya, saya mau tidur, Eddy Soeparno Sekjen PAN telepon, 'Tum (Ketum) kita diundang ini, ketua-ketua partai koalisi dan sekum hadir'. 'Oh iya, ya oke', gitu," ucap Zulhas.

Zulhas mengatakan, PAN merasa terhormat karena diundang untuk rapat koalisi. Zulhas mengaku diminta untuk menyampaikan pemikirannya. Namun karena baru pertama kali diundang, dia mengaku tidak bicara banyak.

Baca Juga: PAN Bantah Masuk Koalisi Jokowi untuk Lepas dari Bayangan Amien Rais

2. Zulhas bicara amandemen UUD 1945

Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan atau Zulhas saat berpidato dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PAN, Selasa (31/8/2021). (dok. PAN)

Zulhas lalu berbicara mengenai isi pertemuan parpol koalisi dengan Jokowi. Beberapa topik yang dibahas yakni terkait COVID-19, ekonomi, dan hubungan pemerintah pusat dan daerah.

"Ada beberapa pembicara mengatakan 'kalau begini terus ribut, susah, lamban, bupati nggak ikut gubernur, gubernur gak ikut', bermacam-macam lah ya itu. Merasa KY (Komisi Yudisial) paling, lembaga paling tinggi, paling kuat, MA (Mahkamah Agung) paling kuasa, Mahkamah Agung, MK (Mahkamah Konstitusi) gak katanya, MK yang paling kuasa, DPR bilang DPR paling kuasa, gitu, semua merasa paling kuasa, gitu," ucap Zulhas.

Dia lalu berbicara mengenai amandemen terbatas UUD 1945. Menurutnya, amandemen UUD 1945 harus dievaluasi.

Namun Zulhas tak membeberkan apakah dalam pertemuan dengan partai koalisi bersama Jokowi beberapa waktu lalu itu, membicarakan mengenai amandemen UUD 1945 atau tidak.

"Jadi setelah 23 tahun, hasil amandemen itu menurut saya memang perlu dievaluasi. Termasuk demokrasi kita ini, kita mau ke mana gitu, perlu dievaluasi," katanya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya