TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kesetaraan Gender di RI Rendah, MPR Dorong Pengesahan RUU PKS

diindikasikan berlarut-larutnya proses pembahasan RUU PKS

Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat (ANTARA/Evarukdijati)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan berbagai upaya harus dilakukan untuk meningkatkan kesetaraan gender. Lestari pun menilai pemahaman kesetaraan gender di Indonesia masih rendah.

"Pemahaman kesetaraan gender di masyarakat Indonesia terbilang rendah. Hal itu diindikasikan dengan berlarut-larutnya proses pembahasan RUU PKS (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual), yang salah satu soal yang dipertentangkan adalah permasalahan gender," kata Lestari Moerdijat atau Rerie, dalam keterangannya, dikutip di laman resmi fraksi Nasdem, Kamis (5/8/2021).

Lestari mengatakan ini saat membuka diskusi daring dengan tema 'Kesetaraan Gender Sebagai Bagian dari Cita-Cita Pembangunan Berkelanjutan', yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12.

Baca Juga: Dorong RUU PKS Disahkan, Waket MPR: Untuk Hapus Kekerasan Seksual

1. Kesetaraan gender bisa ditingkatkan dengan UU PKS

Ilustrasi. IDN Times/Arief Rahmat

Dia menjelaskan pemahaman masyarakat terkait kesetaraan gender sangat mempengaruhi sikap sejumlah pihak terhadap RUU PKS. Upaya untuk meningkatkan pemahaman kesetaraan gender, lanjutnya, dapat diwujudkan lewat pencapaian target Sustainable Development Goal's (SDGs).

SDGs, lanjutnya, merupakan sebuah peta jalan bangsa-bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan negara-negara di dunia dan Indonesia adalah salah satu negara yang berkomitmen untuk menjalankannya.

Rerie pun ingin agar pemerintah Indonesia bisa meningkatkan pemahaman tentang kesetaraan gender. Dia mengatakan butuh komitmen yang kuat dari pemerintah agar kesetaraan gender meningkat.

"Semua pihak tanpa melihat sekat partai politik, golongan dan agama, untuk bahu membahu lewat gerakan peningkatan pemahaman kesetaraan gender di masyarakat dan mendorong segera lahir UU PKS, untuk melindungi bangsa ini dari ancaman kekerasan seksual yang terus meningkat di tanah air," ucapnya.

2. Pakar nilai perlindungan kekerasan seksual bisa diberikan dengan melihat 3 aspek

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)

Pada diskusi virtual itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Pattimura, Ambon, Elsa R M Toule mengatakan mekanisme perlindungan terhadap kekerasan seksual bisa diberikan dalam berbagai upaya yaitu dengan preemtif, preventif dan represif.

Elsa menjelaskan upaya preemtif bertujuan untuk meminimalisir faktor kriminogen. Terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan, kata Elsa, didorong oleh faktor sosio-budaya yang belum memahami kesetaraan gender dan penegakan hukum yang belum memadai.

Selain itu, lanjutnya, faktor pemicu kriminogen adalah kemiskinan, pengangguran, tayangan di media massa, dan faktor pelestari kekerasan seksual terhadap perempuan adalah ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan.

Elsa melanjutkan upaya preventif bisa melalui aturan perundangan-undangan untuk melindungi warga negara dari ancaman kekerasan seksual. "Sementara upaya represif lewat hukuman pidana," ucap Elsa.

Baca Juga: Pembahasan RUU PKS di Baleg DPR Diwarnai Bentrok Ideologi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya