TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Siulan, Kedipan Mata, hingga Aborsi Dipertanyakan di RUU PKS

RUU PKS dianggap banyak multitafsir

IDN Times/Kevin Handoko

Jakarta, IDN Times - Baleg DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) membahas tentang Rancangan Udang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) bersama sejumlah ormas dan lembaga sosial. Beberapa orang pun memberikan tanggapan soal RUU PKS.

Wakil Ketua DPP Persatuan Ummat Islam (PUI) Wido Supraha menilai beberapa pasal dalam RUU PKS menciptakan multitafsir.

"Jika memang RUU ini diteruskan, maka mari kita pilih kosa kata yang tidak multitafsir," ucap Wido dalam RDPU Baleg DPR RI, disiarkan di kanal YouTube Baleg DPR RI, Senin (12/7/2021).

Baca Juga: Pertahankan RUU Ketahanan Keluarga, Ledia Hanifa Sindir RUU PKS

1. Wido mempertanyakan pidana soal siulan, kedipan mata, dan aborsi

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam naskah akademik RUU PKS, Wido menyoroti soal pelecehan seksual yang dilakukan dengan siulan, kedipan mata, dan lainnya. Dia mempertanyakan bagaimana cara mengukur rasa tidak nyaman usai mengalami siulan atau kedipan mata.

"Bagaimana mungkin dampak dari siulan dan main mata, bisa berujung pada hukuman pidana. Apalagi kalau ini terjadi pada keluarga atau selain keluarga," ucapnya.

Wido juga menyoroti soal aborsi. Dia mencontohkan ada seorang wanita yang ingin aborsi, namun orang-orang di sekitar wanita tersebut memaksa agar aborsi tidak dilakukan. Dia lalu menanyakan apakah orang-orang yang memaksa wanita hamil itu untuk tidak melakukan aborsi, bisa dipidanakan atau tidak.

Selain itu, Wido juga mempertanmyakan soal prostitusi. Dia bertanya apakah seseorang atau kelompok yang melakukan prostitusi tanpa paksaan bisa dipidana atau tidak.

"Pertanyaan bagaimana jika prostitusi tersebut diselenggarakan tanpa paksa, tidak ada perempuan yang mengalami tipu daya, ancaman, tidak ada kekerasan, apa hukum prostitusi di sana? Bahkan bagaimana nasib bangsa Indonesia yang membenci prostitusi. Akankan siapa pun yang membenci prostitusi tanpa paksa akan dipidanakan?" kata dia.

Baca Juga: Naskah Akademik RUU PKS Diprediksi Rampung Juli 2021

2. KUHP minta disempurnakan atau paksa keluarkan RUU PKS

IDN Times/Marisa Safitri

Wido menilai naskah akademik RUU PKS tidak efisien dibuat bila memiliki tujuan yang sama seperti KUHP. Dia pun mempertanyakan maksud RUU PKS.

"Saya melihat ada banyak teks-teks yang multitafsir dalam penegakan hukum di Indonesia ini. Yang pertama kita ingin bertanya, ingin menyempurnakan KUHP atau kita paksakan keluarkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual?" ucapnya.

Wido menyarankan lebih baik menyempurnakan KUHP, karena RUU PKS memiliki banyak kelemahan. Menurut dia, RUU PKS menggunakan perspektif feminisme, yang tidak cocok dengan Indonesia yang memiliki ideologi Pancasila.

"Kemudian penerapan feminis legal teori ke dalam pusat pembentukan peraturan di NKRI, selain akan mendorong diskursus di pakar hukum, juga secara tegas membuat jarak dengan bangsa Indonesia yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Wido.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya