Ahli Biomolekuler: Pemerintah Jangan Remehkan Varian Baru Corona B117
Baru 3.098.025 orang yang divaksinasi di Indonesia
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ahli biologi dan molekuler, Dr. Ines Atmosukarto mengatakan meski kasus harian COVID-19 di Indonesia mulai turun, bukan berarti pembatasan pergerakan manusia bisa mulai dilonggarkan. Ia menyarankan agar pemerintah tetap berhati-hati. Apalagi varian baru corona yaitu B117 sudah resmi masuk ke Indonesia.
Presiden Joko "Jokowi" Widodo juga pernah menyampaikan berdasarkan data yang ia miliki varian B117 tidak mematikan seperti varian Sars-CoV-2 yang kini mendominasi di Indonesia. Namun, ia mengakui varian B117 memang lebih cepat menular ke orang lain. Dalam pandangan Ines, virus yang juga lebih cepat menular justru mengkhawatirkan.
"Virus yang lebih cepat menular hingga tiga kali artinya kan akan ada tiga kali lebih banyak orang yang akan tertular. Walaupun dia tidak menyebabkan tingkat kesakitan yang lebih besar, tetapi tetap saja yang (berpotensi) masuk rumah sakit tiga kali lebih banyak, karena potensi yang tertular tiga kali lebih banyak," ujar Ines ketika berbincang dengan IDN Times di program "Ngobrol Seru" pada Senin (8/3/2021).
Ia menambahkan pada akhirnya rumah sakit akan kembali terbebani bila banyak warga di Indonesia yang terpapar mutasi baru B117. "Apalagi kan banyak warga di Indonesia yang memiliki penyakit penyerta (komorbid)," katanya lagi.
Ia pun mengajak publik agar tidak lengah meski terlihat kasus harian COVID-19 menurun. Masker tetap harus digunakan walaupun sudah menerima vaksin COVID-19.
Tetapi, apakah vaksin yang sudah masuk ke Indonesia ampuh memberikan perlindungan melawan varian baru B117?
Baca Juga: [BREAKING] Kemenkes Temukan Lagi 4 Kasus Mutasi Virus Corona B117
1. Efikasi vaksin CoronaVac berpotensi lebih rendah menghadapi varian baru B117
Ines mengaku belum melihat data primer yang dimiliki oleh vaksin CoronaVac terhadap varian baru B117. Namun, menurutnya tidak tertutup kemungkinan kurang efektif. Sebab, CoronaVac dibuat dengan menggunakan metode konvensional di mana virus yang dilemahkan adalah virus corona yang beredar pada awal 2020.
"Kalau virus yang digunakan (untuk vaksinasi) sudah terlalu jauh berbeda dengan varian, mungkin saja bisa terjadi penurunan efikasi. Tetapi, efikasi ini tidak akan drop hingga ke angka nol karena untuk vaksin CoronaVac dibuat dari virus yang diinaktivitasi, maka yang digunakan bukan hanya protein S dan menggunakan protein yang lain," ujar perempuan yang memiliki gelar doktor di bidang biomolekuler dan biologi seluler itu.
Dengan begitu, Ines melanjutkan, diharapkan dari vaksin CoronaVac itu bukan hanya terbentuk antibodi tetapi juga respons imun sel T. Sel T, kata Ines berfungsi untuk mendeteksi bila ada sel-sel di dalam tubuh yang telah terinfeksi, maka sel T tersebut yang akan menghilangkan virus corona.
Oleh sebab itu, ia tetap mengingatkan publik agar tetap mengenakan masker. Tujuannya agar varian-varian baru tak meluas di Indonesia.
Sementara, Ketua Tim Uji Klinis Vaksin CoronaVac, Kusnandi mengatakan vaksin buatan perusahaan farmasi asal Tiongkok itu diklaim masih ampuh menangkal varian baru B117. Menurutnya, vaksin tersebut masih mampu memberi perlindungan hingga satu tahun ke depan. Ia juga menyebut virus akan terus bermutasi agar tetap bisa eksis.
"Semua virus itu akan berubah untuk mempertahankan diri. Virus manapun akan bermutasi dan gak bisa dicegah. Sifat alamiahnya seperti itu," ujar Kusnandi di RS UNPAD pada 3 Maret 2021 lalu.
Baca Juga: Fakta-fakta di Balik Varian Baru COVID-19 Mutasi B117