TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Australia Kecewa Indonesia Bebaskan Abu Bakar Ba'asyir Tanpa Syarat

Abu Bakar dianggap guru spiritual bagi kelompok JI

Presiden Joko Widodo bersama dengan Perdana Menteri Scott Morrison. (Biro Pers Istana/Laily Rachev)

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, mengaku kecewa dengan rencana Pemerintah Indonesia yang ingin membebaskan terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir. Pendiri Pesantren Al Mu'min di Ngruki, Sukoharjo itu dibebaskan tanpa syarat apa pun. Maka, tak heran pembebasan Ba'asyir menjadi pertanyaan banyak orang. 

Apalagi Ba'asyir baru menjalani 9 tahun dari vonis 15 tahun penjara. Namun, Presiden Joko "Jokowi" Widodo bersikukuh menyebut Ba'syir perlu dibebaskan karena ia sudah berusia sepuh dan didasari faktor kemanusiaan. 

"Ya, yang pertama, alasannya memang karena kemanusiaan. Artinya, Beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya karena kemanusiaan," ujar Jokowi saat meninjau pondok pesantren di daerah Garut, Jawa Barat pada Jumat (18/1) dan dikutip Antara.

Ia juga menyebut kondisi kesehatan Ba'asyir yang terus menurun juga menjadi salah satu pertimbangan yang utama.

"Iya, termasuk kondisi kesehatan masuk ke dalam pertimbangan," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Lalu, apa komentar Australia soal rencana pembebasan Ba'asyir?

"Posisi Australia mengenai hal ini belum berubah. Kami selalu menyampaikan sikap keberatan yang mendalam. Apalagi Indonesia dan Australia adalah mitra dalam isu melawan ekstrimisme dan terorisme," ujar Perdana Menteri Scott Morrison pada Sabtu kemarin seperti dikutip dari laman Strait Times pada Minggu (20/1).

Apa tanggapan Indonesia terhadap keberatan Negeri Kanguru itu?

Baca Juga: Jokowi: Abu Bakar Ba'syir Dibebaskan karena Faktor Kemanusiaan

1. Calon wakil presiden Ma'ruf Amin meminta Australia tidak ikut campur keputusan Indonesia

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Respons pertama datang dari calon Wakil Presiden nomor urut 01, Ma'ruf Amin. Ia meminta agar Negeri Kanguru tidak mencampuri keputusan Pemerintah Indonesia yang akan membebaskan Abu Bakar Ba'asyir pada pekan ini. Menurut Ma'ruf, langkah Jokowi yang membebaskan ustadz berusia 80 tahun itu sudah tepat.

"Itu urusan dalam negeri kita. Saya kira pemerintah punya kebijakan-kebijakan. Ada yang sifatnya penegakan hukum dan itu sifatnya kemanusiaan. Pak Jokowi sudah mengambil langkah itu," ujar Ma'ruf dalam keterangan tertulis pada Senin (21/1).

Ia pun yakin pembebasan Abu Bakar Ba'asyir tidak akan berpengaruh terhadap hubungan diplomasi kedua negara. Sebab, baik Australia dan Indonesia memiliki kedaulatannya masing-masing. Ia berharap, tidak ada intervensi antar negara terkait permasalahan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.

"Ya, supaya tidak mengintervensi masing-masing (urusan domestik) Negara," kata Ma'ruf lagi.

2. Warga Australia yang jadi korban bom keberatan dengan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir

Ilustrasi Terorisme. (IDN Times/Sukma Shakti)

Selain Pemerintah Australia, warga Negeri Kanguru yang pernah menjadi korban teror Bom Bali pun turut merasakan keberatan Abu Bakar Ba'asyir dibebaskan. Keterlibatan Ba'asyir di Bom Bali yang menewaskan 202 orang memang tidak secara langsung.

Tetapi, ia dianggap sebagai guru spritual oleh kelompok Jemaah Islamiyah (JI), grup yang menjadi dalang pemboman tersebut.

Salah satu warga Australia bernama Jan Laczynski mengatakan kepada Harian The Age dan The Sydney Morning Herald, sebelum mengambil keputusan untuk membebaskan Ba'asyir, Jokowi seharusnya mempertimbangkan perasaan orang-orang di seluruh dunia yang pernah menjadi korban teror Bom Bali.

"Lalu siap selanjutnya (yang akan dibebaskan)? Ali Imron yang merakit bom itu? Ini benar-benar menakutkan," kata Laczynski.

3. Abu Bakar Ba'asyir menolak menandatangani dokumen yang menyatakan akan setia terhadap NKRI

Abu Bakar Ba'syir segera dibebaskan dari penjara. (Facebook.com/yusrilihzamhd2)

Sementara, informasi berbeda disampaikan oleh Kabid Humas Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Ade Kuswanto. Menurut Ade, hingga saat ini, Ba'asyir masih ditahan di Lapas Gunung Sindur, Bogor. Ia menyebut belum ada pengajuan pembebasan bersyarat yang diusulkan ke Kalapas Gunung Sindur, Bogor.

"Apabila mengikuti mekanisme pembebasan bersyarat, maka penghitungan masa pidananya 2/3 terjadi pada 13 Desember 2018," ujar Ade melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Jumat (18/1) kemarin.

Ia juga menyampaikan Ba'asyir belum bersedia menandatangani surat pernyataan berisi ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itu merupakan salah satu syarat apabila Ba'asyir ingin mendapatkan pembebasan bersyarat.

"Jika surat pernyataan ditanda tangani maka kemungkinan besar pembebasan bersyarat dapat diberikan ke Ustadz Abu Bakar Ba'asyir," kata dia lagi.

4. Ditjen PAS Kemenkum HAM memberikan opsi untuk pembebasan Abu Bakar Ba'asyir

IDN Times/Sukma Shakti

Sesuai dengan ketentuan aturan hukum yang ada di Indonesia, Ade Kuswanto menjelaskan, Abu Bakar Ba'asyir bisa bebas dengan beberapa opisi.

"Pertama, ia bisa bebas murni setelah menjalani pidananya. Kedua, ia bebas bersyarat setelah menjalani dua pertiga masa pidananya. Ketiga, Abu Bakar Ba'asyir mendapat grasi dari presiden," kata Ade.

Namun, uniknya, menurut kuasa hukum Jokow, Yusril Ihza Mahendra, Ba'asyir akan dibebaskan pada pekan ini tanpa ada syarat apa pun.

"Statusnya (Abu Bakar Ba'asyir) bebas tanpa syarat," ujar Yusril ketika memberikan keterangan pers di kantor The Law Office of Mahendradatta pada Sabtu (19/1).

Menurut Yusril, pembebasan Ba'asyir tanpa syarat diputuskan sendiri oleh Jokowi.

"Kenapa Presiden turun tangan? Karena pembebasan bersyarat itu diatur menteri kalau tidak diteken, itu tidak bisa pulang. Sekarang presiden ambil alih, presiden punya kebijakan dibebaskan, dia mengesampingkan aturan menteri," kata pria yang pernah menjadi kuasa hukum kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) itu.

Baca Juga: Abu Bakar Ba'asyir Bebas, Bukti Jokowi Tidak Kriminalisasi Ulama

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya