Komunitas Konsumen Tuntut BPOM Minta Maaf karena Abai Awasi Obat Sirop
Sidang perdana bakal digelar pada 28 November
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh Komunitas Konsumen Indonesia. Gugatan itu dilayangkan pada 11 November 2022 dengan nomor register perkara 400/G/TF/2022/PTUN.JKT. Salah satu tuntutannya yakni agar BPOM meminta maaf secara terbuka ke publik karena dinilai abai soal pengawasan obat sirop.
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David Tobing, menjelaskan bahwa komunitas tersebut adalah lembaga pelindungan konsumen swadaya masyarakat. Maka, memiliki legal standing untuk dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
Ia kemudian menjelaskan alasan di balik gugatan ke PTUN itu. Menurut David, BPOM beberapa kali sudah melakukan tindakan yang dianggap pembohongan publik. Maka, menurutnya, cukup beralasan digugat perbuatan melawan hukum penguasa.
"Pertama, karena tidak menguji sirop obat secara menyeluruh. Pada 19 Oktober 2022, BPOM RI sempat mengumumkan 5 obat yang memiliki kandungan cemaran EG (Etilen Glikol) atau DEG (Dietilen Glikol). Namun, pada 21 Oktober 2022, BPOM RI malah merevisi 2 obat dan dinyatakan tidak tercemar," ungkap David di dalam keterangan tertulis, Senin (14/11/2022).
Perbuatan kedua yang dianggap melawan hukum penguasa yaitu pada 22 Oktober 2022, BPOM RI mengumumkan 133 obat tidak tercemar. Kemudian, pada 27 Oktober 2022, bertambah 65 obat yang dinyatakan tidak tercemar. Maka, total ada 198 obat sirop yang diumumkan tidak tercemar EG/DEG.
"Namun, pada 6 November 2022, justru 14 dari 198 obat sirop tersebut dinyatakan tercemar EG/DEG," tutur dia lagi.
Menurut David, konsumen dan masyarakat Indonesia seperti dipermainkan dengan pernyataan BPOM yang tak konsisten. "Pada 6 November 2022, BPOM malah mencabut pernyataan tanggal 28 Oktober, di mana 198 obat sirop yang tidak tercemar, tak lagi berlaku," katanya.
Sebab, belakangan, diakui 14 obat sirop dari 198 obat sirop yang ada, akhirnya diakui tercemar EG/DEG. "Tindakan tersebut jelas membahayakan karena BPOM RI tak melakukan kewajiban hukumnya untuk mengawasi peredaran obat sirop dengan baik," ujarnya.
Lalu, apa yang dituntut oleh Komunitas Konsumen Indonesia melalui gugatannya di PTUN?
Baca Juga: Bareskrim Dalami Adanya Kelalaian BPOM dalam Kasus Gagal Ginjal Akut
Baca Juga: Beredar Daftar 15 Produk Sirup Pemicu Gagal Ginjal, Kemenkes Merespons
1. BPOM dianggap tak menjalankan fungsi pengawasan terhadap peredaran obat sirop
Lebih lanjut, obat sirop yang tercemar itu menjadi penyebab meningkatnya kasus gagal ginjal akut yang diderita pada anak. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan per 4 November 2022 lalu, total sudah ada 190 anak yang meninggal karena mengidap gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA). Ratusan kasus tersebut ditemukan tersebar di 28 provinsi di Tanah Air.
Menurut David, peristiwa itu bisa terjadi karena BPOM tak menjalankan fungsi pengawasannya dengan baik dan tergesa-gesa. Mereka melimpahkan kewajiban hukumnya untuk melakukan pengujian obat sirop kepada industri farmasi. Hal tersebut telah melanggar Asas Umum Pemerintahan yang baik yaitu asas profesionalitas.
"Badan publik seperti BPOM itu sudah seharusnya melakukan tugas dan wewenang untuk menguji sendiri, bukan diserahkan ke industri farmasi," kata David.
Selain itu, alih-alih menyatakan bertanggung jawab sejak awal, BPOM malah melimpahkan kesalahan ke Kemenkes, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.
"Mereka juga melanggar asas kecermatan karena pengumuman daftar obat sirop berubah-ubah. Selain itu, pengumuman daftar obat sirop itu juga membahayakan dan merugikan hajat hidup orang banyak," tutur dia.
Baca Juga: Kemenkes-BPOM Diduga Lakukan Malaadministrasi di Kasus Gagal Ginjal