TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Buntut OTT Hakim, Mahfud Akan Godok Reformasi Hukum untuk Cegah Mafia

Jokowi geram upaya pemberantasan korupsi belum berhasil

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (www.instagram.com/@mohmahfudmd)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, akan segera berkoordinasi untuk merumuskan formulasi reformasi hukum untuk mencegah mafia hukum bermain di sistem peradilan Indonesia. Formula reformasi itu, kata Mahfud, akan disesuaikan dengan konstitusi dan tata hukum di Tanah Air. 

Langkah reformasi yang dilakukan oleh Mahfud merupakan tindak lanjut dari instruksi Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang kecewa dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap hakim agung Sudrajad Dimyati. Setelah sempat diburu oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sudrajad akhirnya menyerahkan diri ke kantor komisi antirasuah pada 23 September 2022 lalu. 

"Presiden sangat prihatin dengan peristiwa OTT oleh KPK yang melibatkan hakim agung Sudrajad Dimyati. Pemerintah sudah berusaha menerobos berbagai blokade di lingkungan pemerintah untuk memberantas mafia hukum. Tapi, upaya itu malah gembos di pengadilan," ujar Mahfud melalui keterangan tertulis, Selasa (27/9/2022). 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut, sikap tegas pemerintah bahkan hingga mengamputasi bagian tubuhnya sendiri. Caranya dengan menindak pelaku kasus rasuah yang melibatkan sejumlah pejabat pemerintah. 

"Mulai dari kasus korupsi Asuransi Jiwasraya, Asabri, Garuda Indonesia, (proyek) satelit di Kementerian Pertahanan, dan kementerian lain," tutur dia. 

Mahfud menegaskan, Presiden sangat serius untuk melakukan reformasi hukum. Sebab, kinerja baik dari Kejaksaan Agung dan komisi antirasuah malah terpental ketika kasusnya bergulir ke tingkat Mahkamah Agung (MA). 

"Mulai dari ada koruptor yang dibebaskan hingga  koruptor yang dikorting hukumannya dengan diskon besar," katanya. 

Tetapi, kata Mahfud, pemerintah tak bisa ikut campur di dalam proses hukum yang bergulir di MA. Karena selain MA lembaga independen, instansi itu sudah masuk ke instansi yudikatif. 

"Sementara, kami kan ada di instansi eksekutif," ujar Mahfud. 

Lalu, langkah konkret apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk melakukan reformasi di bidang hukum agar mafia tak lagi bisa berkutik?

Baca Juga: Hakim Agung Kena OTT KPK, Mahfud: Mafia Hukum Banyak di APH Lain

1. Dalil peradilan tak bisa dicampuri malah jadi celah terjadinya korupsi

Menko Polhukam, Mahfud MD (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Mahfud mengaku bisa memahami kegemasan dan kekecewaan Jokowi karena OTT masih terjadi terhadap hakim agung. Apalagi hakim kerap disebut sebagai wakil Tuhan di bumi dalam menentukan nasib seorang terdakwa. 

"Presiden kecewa karena usaha pemberantasan korupsi yang cukup berhasil di lingkungan eksekutif, justru kerap kali gembos di lingkungan yudikatif dengan tameng hakim itu merdeka dan independen," kata Mahfud. 

Tameng bahwa hakim independen dalam bertugas malah membuka celah lebar untuk terbukanya praktik korupsi. Dalam kasus suap yang melibatkan Hakim Sudrajad, Mahfud makin kesal lantaran hakim agung tersebut malah harus menyatakan pailit koperasi simpan pinjam Intidana di Semarang. Masalahnya, di Indonesia belum ada aturan untuk membagi saham koperasi ke anggota bila akhirnya dipailitkan. 

"Padahal, saya sudah peringatkan di berbagai  kesempatan bahwa industri hukum ini gila-gilaan. Kalau ini dibiarkan, maka akan terjadi praktik yang sama dengan koperasi-koperasi lain," tutur dia. 

2. Mahfud mengusulkan agar hukuman mati dijatuhkan bagi hakim

Menko Polhukam Mahfud MD (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Sementara, ketika berbicara kepada media pada 25 September 2022 lalu, Mahfud mengaku setuju bila hakim yang terbukti korupsi dijatuhi vonis mati. Tujuannya, agar para hakim kapok. 

"Dalam kasus ini (OTT Hakim Agung Sudrajad) memungkinkan diberlakukan hukuman mati. Di dalam UU Tipikor memungkinkan untuk dijatuhkan hukuman mati, bila korupsi dilakukan di situasi tertentu, apalagi pelakunya adalah penegak hukum. Kemarin Jaksa Agung sudah pernah menuntut hukuman mati, meskipun kemudian vonisnya dibui seumur hidup," kata Mahfud di Jakarta.

"Menurut saya karena ini pelakunya hakim ya dihukum seumur hidup, lalu dibuang ke Nusa Kambangan sana, agar para hakim ini takut (berbuat korupsi)," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Begini Kronologi OTT KPK di Mahkamah Agung

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya