Catatan LBH 2020: Publik Makin Sulit Sampaikan Aspirasi
Sebanyak 3.539 orang ditangkap sewenang-wenang selama 2020
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Indonesia kini dinilai makin otoriter dan tidak lagi memberi ruang bagi publik menyampaikan aspirasi. Itu merupakan catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) selama 2020.
Ketua YLBHI bidang pengembangan organisasi, Febionesta mengatakan ada 351 pelanggaran hak dan kebebasan sipil yang tersebar di seluruh Indonesia. Mayoritas didominasi pelanggaran hak berekspresi dan menyatakan pendapat di muka umum.
"Dari catatan YLBHI dan kantor-kantor LBH di seluruh Indonesia, sebanyak 26 persen telah terjadi pelanggaran hak sipil atau berpendapat atau berekspresi lisan. Lalu, tertinggi kedua 25 persen telah terjadi pelanggaran hak sipil untuk berdemonstrasi," ungkap Febionesta ketika memberikan keterangan pers virtual pada Selasa (26/1/2021) dengan tema "Represi dan Otoritarian Membuncah di Tengah Pandemik."
Ia mengatakan sebagian besar pihak yang membatasi dan bahkan melanggar hak untuk berekspresi adalah aktor negara. Angkanya mencapai 48 persen. "Kepolisian menjadi aktor pelanggaran utama, di samping ada pula keterlibatan militer," tutur dia.
Ia menjelaskan ada pula aktor non negara yang ikut membatasi warga untuk menyampaikan pendapat. Pihak tersebut datang dari institusi pendidikan dan ormas tertentu.
Apa proyeksi YLBHI situasi otoriter itu semakin menguat di masa mendatang?
Baca Juga: 270 Orang Ditangkap Polisi saat Demo Tolak Omnibus Law 20 Oktober
1. Sebanyak 3.539 orang ditangkap sewenang-wenang, mayoritas karena berunjuk rasa
Sementara, dalam pandangan pengacara publik YLBHI, Muhammad Isnur menilai semakin terbelenggunya kebebasan publik dalam menyampaikan aspirasi publik linear dengan jumlah warga yang ditangkap sewenang-wenang. Dari data kompilasi di 17 kantor LBH Indonesia ada 3.539 warga yang ditangkap.
"Mayoritas ditangkap terkait dengan aksi (unjuk rasa), tetapi ada juga yang ditangkap sebagai konsekuensi membela isu lingkungan hidup," ungkap Isnur juga di jumpa pers yang sama.
Sedangkan, ada 326 warga yang ditahan secara semena-mena dan berasal dari 33 kasus. Aksi penangkapan besar-besaran terjadi lantaran sempat digelar aksi unjuk rasa menentang pemberlakuan Omnibus Law. Demonstrasi itu tidak hanya digelar di depan gedung DPR Senayan, Jakarta tetapi juga di kota-kota lainnya.
Isnur menjelaskan di saat ditangkap, LBH yang mewakili mereka sering kali sulit diberikan akses oleh kepolisian untuk memberi pendampingan hukum.
"Dari data yang kami miliki ada 1.265 kasus di mana lawyer nya mencoba menghubungi, meminta bantuan hukum tapi gagal menemui orang yang ditangkap. Kami bahkan sempat tidak diberikan akses selama empat hari ketika sudah tiba di Polda Metro Jaya," ujarnya lagi.
Selain ditangkap secara semena-mena dan tak diberikan akses kepada pengacara, sering kali ditemukan kasus orang yang ditangkap juga disiksa. Dalam catatan LBH angkanya mencapai 474 orang dari 38 kasus.
Baca Juga: UU Omnibus Law Disahkan, LP3ES: Pemerintah Otoriter, Meniru Gaya Orba
Baca Juga: Pengakuan Lutfi Disetrum dan Dipaksa Penyidik Mengaku Lempari Polisi