TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

COVID-19 Menggila, Puan Desak Pemerintah Segera Terapkan PSBB Terbatas

"Tombol bahaya harus dinyalakan untuk kondisi darurat ini"

Ketua DPR, Puan Maharani ketika memimpin rapat 14 Agustus 2020 (Tangkapan layar YouTube)

Jakarta, IDN Times - Ketua DPR Puan Maharani mendesak pemerintah segera berlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara terbatas. Puan mendorong agar PSBB itu diterapkan di wilayah yang masuk zona merah COVID-19. Sementara, di area yang tak masuk zona merah, pemerintah dapat memperketat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro.

Cara itu diharapkan oleh Puan bisa mengendalikan kenaikan kasus COVID-19 yang kini semakin menggila di Tanah Air. Berdasarkan data yang dirilis oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19, kasus harian kembali mencatat rekor pada Minggu, 20 Juni 2021, yakni mencapai 13.737. Sehingga, akumulasi kasus COVID-19 mencapai 1.989.909. Meski fakta di lapangan, angka COVID-19 di Tanah Air sudah lebih dari 2 juta. 

"Pemerintah harus segera bertindak untuk mengatasi lonjakan kasus COVID-19 yang makin mengkhawatirkan. Berlakukan PSBB secara terbatas untuk daerah-daerah di zona merah atau pengetatan di PPKM mikro," ujar Puan ketika memberikan keterangannya pada Senin (21/6/2021). 

Bila kebijakan tegas tak segera diambil, kata Puan, dikhawatirkan kondisi pandemik di Indonesia semakin memburuk. Angka positivity rate pada Minggu kemarin telah mencapai 42,7 persen. Artinya, tingkat penularan COVID-19 sudah sangat tinggi. 

Puan pun sempat menyinggung agar diberlakukan karantina wilayah alias lockdown. Tapi, apakah pemerintah masih memiliki dana bila dilakukan lockdown?

Baca Juga: 1,5 Tahun Pandemik, Indonesia Belum Lewati Gelombang Pertama COVID-19

1. Puan dorong agar tombol Alarm bahaya segera dinyalakan

Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat (IDN Times/Besse Fadhilah)

Menurut Puan, sesuai dengan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018, pemerintah memiliki kewenangan melakukan pembatasan sosial atau lockdown untuk mengatasi pandemik COVID-19. Namun, belum diketahui apakah pemerintah masih memiliki dana untuk menanggung biaya hidup warga bila karantina wilayah dijadikan opsi. 

Di dalam Pasal 8 UU No 6 tersebut tertulis bahwa kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

"Tombol bahaya harus dinyalakan untuk kondisi darurat ini dan meningkatkan kesadaran akan bahaya lonjakan kasus COVID-19," kata perempuan pertama yang jadi Ketua DPR tersebut. 

2. Lockdown regional membutuhkan dana ratusan triliun rupiah

Ilustrasi lockdown (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, dalam hitung-hitungan ekonom senior Faisal Basri, bila opsi lockdown nasional diambil pemerintah, maka akan membutuhkan anggaran yang sangat besar. Oleh sebab itu, ia ragu opsi tersebut akan ditempuh oleh pemerintah. 

Faisal pun mengusulkan agar lockdown dimulai dari pulau-pulau terbesar di Tanah Air, misal Jawa. Bila opsi lockdown dilakukan di Pulau Jawa maka butuh anggaran ratusan triliun. Ia belum memiliki nominal pasti karena perlu dihitung ulang dari perkiraan angka tahun 2020. 

"Dulu kalau Jakarta saja yang di-lockdown selama 2 minggu, maka perkiraan biayanya waktu itu mencapai Rp100 triliun. Sekarang, sudah pasti jauh lebih besar," kata Faisal menjawab pertanyaanIDN Times dalam diskusi virtual yang digelar pada Minggu, 20 Juni 2021. 

Ia pun mengusulkan agar realokasi anggaran dari sejumlah kementerian tetap dilakukan. Selain itu, sejumlah proyek seperti infrastruktur atau pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur ditunda untuk sementara waktu. 

"Biaya perjalanan dinas juga untuk sementara waktu bisa dialihkan. Sehingga, menurut saya dananya (untuk biaya lockdown) masih bisa dicarikan asal political will-nya ada dengan menunda sejumlah agenda ekonomi," tutur dia. 

Baca Juga: Ribuan Orang Teken Petisi Minta Jokowi Segera Lockdown Atasi COVID-19

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya