Ribuan Orang Teken Petisi Minta Jokowi Segera Lockdown Atasi COVID-19

Selama 3 hari berturut-turut, kasus COVID-19 tembus 12 ribu

Jakarta, IDN Times - Ribuan orang dari beragam latar belakang meneken petisi dan surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo terkait lonjakan COVID-19. Mereka meminta agar Jokowi segera menarik rem darurat alias pemberlakuan karantina wilayah.

Surat yang diinisiasi oleh komunitas Lapor COVID-19 itu menggambarkan kekhawatiran warga terhadap situasi pandemik yang terus memburuk. Data dari Satgas Penanganan COVID-19 selama tiga hari berturut-turut menggambarkan kasus harian sudah menembus angka 12 ribu. Bahkan, kasus aktif yang menunjukkan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit per 19 Juni 2021 mencapai 135.738. 

Kekhawatiran terhadap lonjakan kasus COVID-19 dalam sepekan terakhir salah satunya dipicu karena varian baru Delta yang semula ditemukan di India sudah masuk ke Indonesia.

"Hari-hari terakhir ini kita menyaksikan suatu peristiwa krisis kesehatan publik yang kondisinya lebih buruk dari apa yang sudah pernah kita alami beberapa bulan yang lalu. Bahkan, situasi yang kita hadapi saat ini akan terus memburuk di hari-hari ke depan," demikian bunyi surat terbuka yang diunggah oleh Lapor COVID-19 di akun media sosialnya sejak Jumat, 18 Juni 2021 lalu. 

Hingga hari ini, petisi dan surat yang ditujukan kepada Jokowi itu sudah diteken oleh 2.358 orang. "Bapak Jokowi yang bijak, dalam situasi darurat kesehatan publik seperti sekarang, bukan waktunya memikirkan ekonomi. Cukup berhenti sementara memikirkan hal-hal tersebut dalam kurun waktu tiga bulan ke depan dan konsentrasi penuh menyelesaikan masalah pandemi," kata mereka lagi. 

Publik menilai semakin lambat tindakan tegas diambil maka semakin besar dampak yang harus ditanggung. Maka mereka berharap melalui surat terbuka itu, Jokowi bersedia mengeluarkan keputusan untuk karantina wilayah dan mempertegas pembatasan pergerakan fisik. 

Lalu, berapa kira-kira anggaran yang harus disiapkan oleh pemerintah seandainya opsi lockdown benar-benar diambil?

1. Panglima perang yang ditunjuk untuk hadapi COVID malah Menko Perekonomian, bukan Menkes

Ribuan Orang Teken Petisi Minta Jokowi Segera Lockdown Atasi COVID-19ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Dalam diskusi dengan topik "Desakan Emergency Response Prioritaskan Keselamatan Rakyat di Tengah Pandemik" yang digelar pada Minggu (20/6/2021), ekonom Faisal Basri mengatakan, salah satu penyebab amburadulnya penanganan COVID-19 di Indonesia lantaran panglima yang ditunjuk oleh Jokowi dalam menangani pandemik bukan presiden atau Menteri Kesehatan. Pucuk pimpinan dalam penanganan pandemik COVID-19 adalah Menteri Koordinator bidang Perekonomian yang dijabat oleh Airlangga Hartarto. 

"Jadi, ya wajar saja bila yang diurus ekonomi semata. Apa-apa bicara ekonomi, pertumbuhan ekonomi. Sekarang dia diam membisu," kata Faisal memberikan kritik keras dalam diskusi virtual itu. 

Lagipula, kata Faisal, sudah ada konsensus di antara para ekonom di dunia dalam menghadapi pandemik maka yang harus diselesaikan lebih dulu adalah krisis kesehatan. Baru, setelah itu, pemerintah membereskan isu ekonomi. 

"Bila krisis kesehatan berhasil ditangani maka itu menjadi prasyarat bagi pemulihan ekonomi," ujarnya lagi. 

Menurut Faisal, bila pemerintah sejak awal mengutamakan penyelesaian krisis kesehatan, maka ongkos untuk pemulihan ekonomi akan jauh lebih rendah. Sementara, kondisi saat ini, setelah pemerintah menganggarkan Rp696,5 triliun untuk penanganan COVID-19, justru tak menampakan hasil nyata. Indonesia pun belum mampu keluar dari resesi ekonomi. 

"Jadi, konsepnya mutlak kesehatan dulu yang harsus ditangani. Menteri di bidang ekonomi fokus mencari uang atau utang untuk menyelesaikan ini semua," tutur dia. 

Faisal meyakini utang itu akan bisa dengan cepat dibayar bila sektor kesehatan kembali pulih. 

Baca Juga: COVID Melonjak, Epidemiolog Usul Lockdown Seluruh Jawa Termasuk Yogya 

2. Lockdown regional membutuhkan dana ratusan triliun rupiah

Ribuan Orang Teken Petisi Minta Jokowi Segera Lockdown Atasi COVID-19Ekonom Senior, Faisal Basri. IDN Times/Hana Adi Perdana

Sementara, dalam hitung-hitungan Faisal Basri, bila opsi lockdown nasional diambil pemerintah, maka akan membutuhkan anggaran yang sangat besar. Oleh sebab itu, ia ragu opsi tersebut akan ditempuh oleh pemerintah. 

Faisal pun mengusulkan agar lockdown dimulai dari pulau-pulau terbesar di Tanah Air, misal Jawa. Bila opsi lockdown dilakukan di Pulau Jawa maka butuh anggaran ratusan triliun. Ia belum memiliki nominal pasti karena perlu dihitung ulang dari perkiraan angka tahun 2020. 

"Dulu kalau Jakarta saja yang di-lockdown selama 2 minggu, maka perkiraan biayanya waktu itu mencapai Rp100 triliun. Sekarang, sudah pasti jauh lebih besar," kata Faisal menjawab pertanyaan IDN Times

Ia pun mengusulkan agar realokasi anggaran dari sejumlah kementerian tetap dilakukan. Selain itu, sejumlah proyek seperti infrastruktur atau pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur ditunda untuk sementara waktu. 

"Biaya perjalanan dinas juga untuk sementara waktu bisa dialihkan. Sehingga, menurut saya dananya (untuk biaya lockdown) masih bisa dicarikan asal political will-nya ada dengan menunda sejumlah agenda ekonomi," tutur dia. 

3. Isi desakan publik kepada Presiden Jokowi

Ribuan Orang Teken Petisi Minta Jokowi Segera Lockdown Atasi COVID-19ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Berikut ini desakan yang disampaikan oleh publik dalam surat terbuka kepada Presiden Jokowi terkait lonjakan COVID-19:

  1. Memperbaiki sistem penanganan gawat darurat terpadu, pre hospital care, rujukan, ambulans dan pelayanan di puskesmas dan rumah sakit, serta meningkatkan kapasitas guna mengantisipasi lonjakan kasus
  2. Mengeluarkan keputusan untuk karantina wilayah dan mempertegas pembatasan pergerakan fisik, dengan sanksi yang tegas, serta memberi dukungan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan sosial
  3. Meningkatkan tes dan lacak, yang sampai sekarang masih di bawah standar WHO
  4. Menunda pembukaan sekolah tatap muka, sampai terjadi penurunan kasus
  5. Mempercepat vaksinasi gratis untuk semua orang di atas 18 tahun, dengan memprioritaskan pada manusia lanjut usia
  6. Memperbaiki sistem pendataan dan pelaporan kasus serta kematian karena COVID-19, sehingga masyarakat memiliki gambaran yang akurat tentang kondisi pandemi. Menutupi kasus dan kematian hanya akan membuat masyarakat semakin abai dengan protokol kesehatan
  7. Meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan sebagai bentuk penguatan puskesmas selaku garda terdepan layanan kesehatan masyarakat serta relawan COVID-19 termasuk petugas kecamatan/kelurahan/RW
  8. Perkuat fasilitas kesehatan khususnya puskesmas dan rumah sakit dengan pasokan Alat Pelindung Diri (APD) yang baik dan sesuai standar; pembayaran insentif tenaga kesehatan sesuai tanggal yang dijanjikan; kesediaan alat penunjang kesehatan seperti kasur, tabung oksigen, obat-obatan, fasilitas tes; hingga reaktivasi rumah sakit atau fasilitas kesehatan tambahan
  9. Menjamin perlindungan tenaga kesehatan serta jaminan insentif dan santunan bagi tenaga kesehatan
  10. Komunikasikan kebijakan karantina wilayah dan pembatasan sosial yang ketat secara konsisten dan terus menerus melalui berbagai kanal media komunikasi yang dimiliki pemerintah nasional dan daerah. Tokoh masyarakat, organisasi keagamaan dan elemen masyarakat lainnya perlu dilibatkan hingga indikator epidemiologi memenuhi standar emas penanganan wabah

Baca Juga: PPKM Mikro Diperpanjang, Kantor di Zona Merah Harus WFH 75 Persen

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya