TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dua Caleg Gerindra Mantan Napi Koruptor, Prabowo: Sudah Saya Coret!

Dua nama caleg masih tercatat di DCS KPU

Prabowo Subianto (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, IDN Times - Bakal capres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo Subianto mengklaim sudah mencoret dua calon anggota legislatifnya yang memiliki latar belakang mantan napi kasus korupsi. Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), dua caleg napi koruptor asal Gerindra diketahui Syaifur Rahman dari dapil Jawa Timur IV dan Amry dari dapil Sulawesi Selatan II. 

Berdasarkan penelusuran, Syaifur terjerat kasus penyalahgunaan dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) di PT Garam (Persero). Perusahaan milik Syaifur menerima kucuran dana senilai Rp1,7 miliar. Padahal, perusahaannya bukan termasuk pihak yang yang berhak menerima dana konsinyasi itu. Seharusnya dana PKBL ditujukan bagi petani garam. 

Sementara, Amry dulu divonis satu tahun bui karena terbukti ikut korupsi dalam proyek pembangunan jalan lapis aspal beton di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Bontobahari. Kerugian keuangan negara dari proyek itu mencapai Rp750 juta. 

Prabowo menegaskan telah mencoret kedua caleg itu sehingga tidak bisa ikut pemilu legislatif 2024. "Dua calon itu sudah saya coret!" kata Prabowo tegas di acara adu gagasan tiga bacapres di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan dikutip dari YouTube pada Selasa (19/9/2023). 

Ketika Prabowo menyampaikan hal itu, tepuk tangan bergemuruh di area UGM. "Sudah saya coret, saya sampaikan sekali lagi," tutur dia. 

Ia berdalih dua nama itu bisa lolos karena jumlah caleg yang ikut mendaftar mencapai belasan ribu orang. Sehingga, saat proses verifikasi bisa tetap lolos. 

"Pokoknya, saya coret, coret, coret!"

Namun, benar kah dua nama itu sudah dicoret dari Daftar Caleg Sementara (DCS) Komisi Pemilihan Umum?

Baca Juga: Prabowo Bantah Wajarkan Politik Uang, Najwa Sentil Zulhas Bagi-bagi Duit

1. Dua nama caleg napi koruptor masih terdaftar di DCS KPU

Dua caleg Partai Gerindra yang merupakan mantan napi kasus korupsi dan bakal ikut pemilu 2024. (Tangkapan layar situs resmi KPU)

Sementara, ketika IDN Times telusuri, nyatanya dua nama caleg dengan latar belakang mantan napi koruptor itu masih tercatat di Daftar Caleg Sementara (DCS) KPU. Itu pun mereka lolos dari proses penyaringan belasan ribu caleg dan sudah diciutkan hingga 9.919 individu dari 38 daerah pemilihan. 

Pernyataan Prabowo untuk mencoret dua caleg DPR yang merupakan mantan napi koruptor baru dianggap konsisten bila kedua nama individu itu benar-benar tidak ada ketika KPU mengumumkan Daftar Caleg Tetap (DCT). Momen itu akan terjadi pada periode 24 September-3 November 2023. 

2. Prabowo nilai UU Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah buat koruptor jera

Ilustrasi Koruptor (IDN Times/Mardya Shakti)

Lebih lanjut, ketika ditanya oleh jurnalis senior Najwa Shihab, hukuman apa yang sesuai sehingga membuat koruptor kapok, Prabowo justru menilai aturan yang ada saat ini sudah keras dan ampuh. Permasalahannya, aturan itu tinggal ditegakan dengan benar.

"Menurut pendapat saya, apa yang sudah ada sekarang (aturannya) sudah cukup membuat jera (koruptor). Bayangkan, orang yang korupsi, disita hampir semua kekayaannya lalu dimiskinkan. Selain hukumannya cukup panjang. Ada yang berapa puluh tahun. Saya kira asal kita laksanakan dengan benar, maka akan membuat jera," ujar pria yang juga menjabat Menteri Pertahanan itu. 

Ia mengaku paham terhadap aspirasi publik yang sudah geram dan ingin agar semua koruptor dijatuhi hukuman mati seperti yang berlaku di China. Namun, menurut Prabowo di China pun masih ada kasus korupsi besar meski sudah diancam dengan sanksi amat berat. 

"Saya paham maunya beberapa orang. Maunya kan (koruptor) hukuman mati seperti di China. Ternyata orang kalau nekad ya nekad aja. Di China, meski sudah ada hukuman mati masih ada korupsi besar-besaran," tutur dia. 

Prabowo kemudian mengusulkan perbaikan secara sistematis. Salah satu caranya dengan menaikan gaji bagi para pejabat yang memiliki kewenangan dan pengambil keputusan. 

"Ada beberapa contoh di negara-negara Afrika, pejabat-pejabat yang berhasil 5 tahun melaksanakan tugasnya, di ujungnya dikasih bonus yang cukup besar. Contoh lain di banyak negara, untuk pejabat negara disiapkan rumah sakit, dia bisa berobat dengan baik dan gratis. Selain itu, turut disiapkan perumahan bagi pejabat itu seandainya nanti pensiun, kemudian anak-anaknya bisa sekolah. Dengan catatan asal bisa memenuhi persyaratan akademis," katanya. 

Baca Juga: Dituding Tampar Wamentan, Prabowo: Itu Tidak Benar, Ketemu Saja Jarang

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya