TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gerakan Peduli UI Kirim Surat ke Jokowi, Minta Statuta Baru Dicabut

Rektor bisa rangkap jabatan jadi komisaris di statuta baru

Kampus Universitas Indonesia (IDN Times/Rohman Wibowo)

Jakarta, IDN Times - Sejumlah pihak yang menentang statuta baru Universitas Indonesia (UI) melalui Gerakan Peduli UI pada Senin, 9 Agustus 2021 telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo, agar aturan baru yang disahkan pada awal Juli lalu dicabut.

Dalam keterangan tertulisnya, Gerakan Peduli UI menilai sejak awal proses revisi, statuta tersebut sudah menuai polemik. Baik dari aspek penyusunan dan pembahasan formil maupun secara materiil dalam substansi yang termuat di dalam statuta tersebut. 

"Berbagai kritik dan penolakan terhadap statuta ini telah dinyatakan oleh banyak pihak mulai dari dosen, mahasiswa, Guru Besar, yang ada di organ Dewan Guru Besar (DGB) maupun di luar DGB serta sebagian anggota Senat Akademik (SA) universitas dan fakultas," demikian kutipan keterangan tertulis Gerakan Peduli UI yang disampaikan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Leon Alvinda, Selasa (10/8/2021). 

Leon mengatakan surat kepada Jokowi itu dikirim melalui Kementerian Sekretaris Negara. Selain itu, surat desakan yang sama juga dikirimkan ke instansi lain yakni Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). 

"Dengan dikirimkannya surat beserta rilis sikap yang berisi pernyataan sikap terkait penolakan pengesahan revisi statuta UI yang telah ditandatangani oleh 118 organisasi atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), komunitas, 70 dosen dan guru besar serta 210 individu mahasiswa, kami berharap pemerintah dapat menindak lanjuti rilis tersebut dengan mencabut statuta baru UI," kata mereka. 

Apa saja sebenarnya poin yang menjadi kontroversi di dalam statuta baru UI yang disahkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 itu?

Baca Juga: Dewan Guru Besar: Statuta Baru UI Cacat Formil, Jokowi Harus Batalkan!

1. Daftar masalah di statuta baru UI, dari rangkap jabatan rektor hingga mahasiswa sulit dapat bantuan keuangan

Universitas Indonesia (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Sebelumnya, dalam keterangan tertulis, Dewan Guru Besar UI telah merinci poin-poin dalam aturan tersebut yang dianggap bermasalah. Berikut daftar masalah yang ditemukan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021:

  1. Rektor berhak mengangkat/memberhentikan jabatan akademik, termasuk jabatan fungsional peneliti, Lektor Kepala dan Guru Besar.
  2. Perubahan larangan rangkap jabatan rektor dan wakil rektor dari "pejabat pada BUMN/BUMD" menjadi "direksi pada BUMN/BUMD".
  3. Menghapus ketentuan bahwa pemilihan rektor oleh MWA dilakukan oleh panitia yang berasal dari kelompok stakeholder UI dengan persyaratan tertentu, tapi menyerahkan sepenuhnya pada MWA.
  4. Menghapus kewajiban rektor untuk menyerahkan laporan kerja tahunan kepada SA dan DGB.
  5. Menghapus mandat bagi empat organ untuk menyusun Anggaran Rumah Tangga (ART).
  6. Menghapus syarat non-anggota parpol untuk menjadi anggota MWA.
  7. Menghapus kewenangan DGB untuk memberi masukan pada rektor tentang Rencana Program Jangka Panjang, Rencana Strategis dan Rencana Akademik.
  8. Mengurangi kewajiban bagi UI untuk mengalokasikan dana pada mahasiswa tidak mampu, kecuali yang memiliki prestasi akademik tinggi.

Ketua Dewan Guru Besar UI, Harkristuti Hakrisnowo mengatakan, isi PP Nomor 75 Tahun 2021 yang telah diundangkan 2 Juli 2021, tidak sesuai naskah yang telah disusun bersama-sama.

"Kami gak tahu siapa yang menyepakati itu (naskah yang diteken oleh presiden)," kata perempuan yang akrab disapa Tuti itu ketika dihubungi IDN Times pada 26 Juli 2021. 

2. Revisi statuta UI bermula dari usulan Majelis Wali Amanat dan rektorat

(Anggota pansel capim KPK periode 2019-2023 Harkristuti Harkrisnowo) Dokumentasi UI

Lebih lanjut, Tuti menjelaskan, usulan agar Statuta UI direvisi datang dari Majelis Wali Amanat (MWA) dan rektorat. Pihak Dewan Guru Besar (DGB) ketika itu belum melihat adanya urgensi agar statuta segera diubah.

Menurut perempuan yang juga menjadi pengajar hukum pidana dan kriminologi itu, dorongan revisi baru dimulai pada 2020. Informasi tersebut berbeda dengan pernyataan yang disampaikan anggota MWA dari unsur mahasiswa, Ahmad Naufal Hilmy, yang mengatakan revisi statuta sudah direncanakan sejak akhir 2019. 

"Waktu itu menurut kami (DGB) tidak ada yang membuat kami harus segera melakukan revisi. Kemudian, karena diminta (untuk revisi) ya sudah kami lakukan. Yang minta (agar statuta direvisi) adalah MWA dan rektor," ujar Tuti. 

Rektor UI, Ari Kuncoro, kemudian mengirimkan surat kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) terkait revisi statuta pada akhir 2020. Lalu, MWA kemudian mengabarkan Mendikbudristek meminta agar statuta direvisi. 

"Jadi, kami bingung sebenarnya yang meminta (agar statuta direvisi) itu dari pihak UI atau menteri," kata Tuti. 

Tuti menjelaskan, sesuai aturan yang berlaku di kampus, maka revisi statuta harus melibatkan empat organ yakni MWA, rektor, senat akademik, dan Dewan Guru Besar. Masing-masing organ itu, katanya, harus mengajukan rancangan revisi statuta. 

"Ketika itu karena dari DGB belum siap, jadi kami pakai rancangan naskah yang diajukan dari pihak Senat Akademik. Kemudian dilakukan rapat di antara empat organ tersebut untuk membahas mengenai revisi statuta," katanya.

Menurut Tuti, setelah dilakukan rapat dengan empat organ, dicapai kata sepakat statuta akan direvisi. Begitu juga PP-nya. Ia mengatakan, rapat-rapat itu dilakukan pada rentang Juni 2020 hingga September 2020. Sejumlah rapat dilakukan di Kemendikbudristek, Sekretariat Negara hingga di Kemenkumham. 

"Tapi, gak ada lah (usulan awal di revisi statuta) yang menyinggung soal rektor boleh rangkap jabatan," tutur dia. 

Rancangan statuta yang direvisi kemudian dikirim ke Kemendikbud pada Juni 2021. Sehingga, Tuti mengaku bingung bila ada pernyataan yang disampaikan pihak tertentu bahwa tidak ada kata sepakat di dokumen revisi awal statuta. Sebab, saat ia mengikuti rapat, naskah statuta yang akan digunakan yakni versi DGB dan Senat Akademik. 

Sementara, sejak Oktober 2020, DGB dan Senat Akademik tak lagi dilibatkan dalam rapat antara UI dengan sejumlah kementerian tersebut. Padahal, menurut Tuti, DGB dan SA sempat dijanjikan akan dilibatkan dalam rapat tersebut.

"Jadi, kalau ada yang bilang tidak ada kata sepakat berarti itu kan suatu pembohongan publik," ujar Tuti. 

Maka, Tuti dan koleganya di DGB terkejut ketika mendapatkan salinan PP Nomor 75 Tahun 2021. Sebab, isinya bertentangan dengan naskah yang sebelumnya sudah sempat disepakati bersama. 

"Saya gak tahu itu yang menyepakati siapa," katanya. 

Baca Juga: Dewan Guru Besar UI: Usulan Revisi Statuta Bermula dari MWA dan Rektor

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya