Golkar Ajak PDIP untuk Dukung Pemilu Sistem Proporsional Terbuka
PDIP jadi satu-satunya yang tolak proporsional terbuka
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Nurul Arifin mengajak PDI Perjuangan untuk ikut mendukung sistem pemilihan legislatif dengan metode proporsional terbuka pada 2024 nanti. Partai dengan lambang banteng moncong putih itu jadi satu-satunya parpol yang menolak pileg dengan sistem proporsional terbuka. PDIP ingin agar pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.
"Ayo, Pak Hasto, jangan terlalu keras begitu! Harus mengutamakan untuk mengusung suara rakyat. Berikan rakyat itu pembelajaran politik dengan cara memilih siapa orang-orangnya yang mereka kehendaki dan percaya," ungkap Nurul di dalam keterangan tertulis dan dikutip pada Kamis (5/1/2023).
Nurul mengaku paham alasan PDIP memilih kembali ke proporsional tertutup, namun sistem tersebut tak dikehendaki oleh masyarakat. Menurut Nurul, isu politik identitas tidak serta merta bisa diatasi bila sistem pileg berubah menjadi proporsional tertutup.
"Kami tetap melihat bahwa sistem proporsional terbuka itu lebih mewakili suara rakyat," kata dia.
Sistem proporsional terbuka yakni metode di mana ketika dilakukan pencoblosan maka pemilih bisa langsung mencoblos nama caleg yang ikut berlaga. Bila banyak suara yang berhasil diraih maka caleg tersebut dapat melenggang ke parlemen.
Sebaliknya, sistem proporsional tertutup menyebabkan caleg tidak perlu bersusah payah untuk mengenalkan diri ke publik dan konstituen. Sebab, penentuan caleg yang duduk di parlemen menjadi kewenangan sepenuhnya dari ketum parpol.
Mengapa PDIP ngotot tetap ingin kembali menggunakan sistem pemilu proporsional tertutup?
Baca Juga: 8 Fraksi di DPR Tolak Pemilu Proporsional Tertutup, Kecuali PDIP
1. PDIP berdalih dengan sistem proporsional terbuka lebih banyak dampak negatif
Sementara, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, perhelatan pemilu dengan sistem proporsional terbuka selama ini menimbulkan lebih banyak dampak negatif. Mulai dari ongkos pemilu yang mahal, menekan manipulasi, dan kerja-kerja penyelenggara KPU yang melelahkan.
"Jadi ada penghematan, sistem menjadi lebih sederhana dan kemudian kemungkinan terjadinya manipulasi menjadi kurang," ungkap Hasto di kantor pusat DPP PDIP, Selasa (3/1/2023).
Hasto menilai, sistem proporsional tertutup dalam pemilu juga memungkinkan persaingan dilakukan secara sehat. Sebab, semua unsur masyarakat bisa ikut bersaing berdasarkan keahlian mereka dan bukan hanya berdasar popularitas.
"Jadi proporsional tertutup itu base-nya adalah pemahaman terhadap fungsi-fungsi dewan. Sementara, kalau terbuka adalah popularitas," tutur dia.
Ia menambahkan, PDIP ingin menguatkan kaderisasi di internal parpol lewat sistem proporsional tertutup. Di sisi lain, wacana untuk mengembalikan pemilu ke sistem proporsional tertutup sudah pernah disampaikan oleh Hasyim Asy'ari sejak Oktober 2022 lalu.
Hasyim mengatakan, pileg yang menerapkan sistem proporsional tertutup memudahkan perhelatan pemilu serentak pada 2024 mendatang. Selain itu, pihak KPU juga lebih mudah dalam urusan mencetak kertas suara.
Editor’s picks
"Kalau KPU ditanya, (kami) lebih pilih proporsional tertutup karena surat suaranya cuma satu dan berlaku di semua dapil. Itu di antaranya," kata dia.
Baca Juga: PDIP Dukung KPU Selenggarakan Pemilu Proporsional Tertutup