ICW Dorong Komisi Yudisial Periksa Hakim yang Lepasakan Terdakwa BLBI
Ada satu hakim yang sempat disebut bisa atur perkara
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Putusan vonis kasasi kasus terdakwa Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang disampaikan oleh Mahkamah Agung jelas membuat publik bingung. Bagaimana mungkin eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dianggap korupsi, tapi hal tersebut tak masuk ranah pidana?
Tanda tanya yang sama juga diurai oleh organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW). Melalui keterangan tertulisnya pada Selasa malam (9/7), ICW menilai apa yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini sudah benar, yaitu dengan memproses kasus rasuah yang telah merugikan keuangan negara Rp4,58 triliun.
Lembaga antirasuah memulainya dari proses penyelidikan, kemudian naik ke penyidikan dan kasus itu akhirnya bergulir di meja hijau.
"Hasilnya, tiga putusan pengadilan membenarkan langkah KPK, mulai dari praperadilan, pengadilan tingkat pertama, dan banding. Ketiganya menyimpulkan, langkah KPK yang melibatkan Syafruddin Arsyad Temenggung murni pada rumpun hukum pidana telah benar," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana semalam.
Maka, ketika dua hakim MA berpendapat perbuatan Syafruddin merupakan kekeliruan administrasi dan perdata, publik pun menilai ada yang janggal. Lalu, apa yang sebaiknya publik lakukan agar semua pelaku korupsi yang telah merugikan negara tersebut bisa tetap diproses?
Baca Juga: Satu Terdakwa Lepas, KPK Tak Berhenti Usut Kasus BLBI
1. ICW mendesak agar Komisi Yudisial memeriksa hakim yang menyidangkan perkara Syafruddin Arsyad Temenggung
ICW, kata Kurnia mendesak kepada Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memeriksa hakim yang menyidangkan kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Apabila ditemukan pelanggaran, maka hakim tersebut harus dijatuhi hukuman," kata Kurnia melalui keterangan tertulisnya.
Sidang kasasi disidang oleh tiga hakim agung yakni Salman Luthan (sependapat dengan putusan vonis PT DKI Jakarta), Syamsul Rakan Chaniago (menyatakan perbuatan terdakwa adalah perbuatan perdata), dan M. Askin (menyatakan perbuatan terdakwa adalah perbuatan administrasi).
Dalam penelusuran pemberitaan nama hakim agung Syamsul Rakan Chaniago sempat muncul di kasus korupsi dugaan suap terkait pengaturan perkara dan komposisi yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 2016 lalu. Terdakwa ketika itu, Kepala Subdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perdata Mahkamah Agung, Andri Tristianto Sutrisna, membenarkan transkrip pembicarannya dengan staf panitera muda pidana khusus, Kosidah melalui pesan singkat Blackberry Messenger (BBM) 21 November 2015-22 Januari 2016.
Dalam pembicaraan itu, ia meminta kepada Kosidah agar beberapa perkara hukum di Tasikmalaya dan Bengkulu tidak ditangani oleh hakim Artidjo Alkostar.
"Benar Yang Mulia, Pak Andri minta agar berkas itu jangan ke Pak Artidjo, karena pada takut Yang Mulia," kata Kosidah ketika bersaksi.
Kemudian, mereka terlibat pembicaraan soal tawar-menawar majelis hakim yang ditunjuk untuk menangani perkara. Beberapa nama hakim agung yang disebut adalah Hakim Syamsul Rakan Chaniago, Hakim Timur Manurung dan Hakim Syarifuddin.
Baca Juga: MA Lepas Terdakwa BLBI, KPK: Putusan Aneh bin Ajaib!