Indonesia Masih Negosiasikan Pembelian 12 Jet Tempur Bekas dari Qatar
Jet tempur Mirage jadi transisi sebelum Rafale tiba di RI
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Indonesia berencana untuk membeli sejumlah jet tempur lainnya demi memperkuat alutsista di Tanah Air. Pilihan jatuh untuk membeli 12 jet tempur Dassault Mirage 2000-5 milik Angkatan Udara (AU) Qatar. Namun, jet tempur yang hendak dibeli oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam keadaan bekas.
Saat ditanyakan kepada juru bicara Menhan, Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut semua masih dalam tahap negosiasi. "Sedang dalam proses negosiasi," ungkap Dahnil kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Jumat, (18/11/2022).
Ia menjelaskan rencana pembelian Mirage milik AU Qatar diharapkan bisa menjadi langkah transisi kekuatan sebelum enam jet tempur Rafale tiba dari Prancis. Seperti yang diketahui pesawat pertama Rafale baru tiba pada 2026 mendatang.
"Jadi, harapan kami, (Mirage) bisa menjadi kekuatan transisi sebelum Rafale tiba karena kan masih membutuhkan waktu," tutur dia.
Meski demikian, ia menyebut belum ada keputusan apakah selusin jet tempur tersebut bakal resmi diboyong ke Indonesia. "Tapi, sampai saat ini belum ada keputusan," katanya lagi.
Sejumlah pihak menyayangkan bila Prabowo jadi membeli alutsista bekas. Tetapi, dalam pandangan analis militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, TNI menghadapi dilema untuk perbaruan alutsistanya.
Mengapa demikian?
Baca Juga: Uang Muka Sudah Dibayar, Jet Tempur Rafale Pesanan RI Baru Tiba 2026
1. Pembelian alutsista baru tak bisa langsung digunakan
Menurut Fahmi, proses belanja alutsista kembali bisa diaktifkan pada Renstra III. Sebab, sebelumnya, sudah ada sejumlah pembelian alutsista yang mandeg. Sehingga, ada perbedaan yang sangat jauh dari capaian Minimum Essential Force (MEF) dengan rencana awal.
"Adanya delay ini menyebabkan ada gap antara kekuatan faktual dengan kebutuhan. Untuk cukup kebutuhan ini, kita harus belanja. Tentu saja idealnya beli yang baru. Masalahnya (alutsista) yang baru itu datangnya tiga sampai empat tahun kemudian usai dibayar," ungkap Fahmi kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Jumat kemarin.
Sedangkan, kata dia, kebutuhan faktual TNI tidak bisa ditunda. Di sisi lain, jet tempur milik Indonesia yang siap tempur juga sangat terbatas.
"Celah ini mendesak untuk secepatnya diatasi. Ya, betul kita sudah pesan jet tempur Rafale. Tapi, kan paling cepat jet tempur itu tiba pada 2026. Selama masa transisi ini diperlukan kekuatan penopang," tutur dia.
Sehingga, menurut Fahmi, sangat masuk akal bila Prabowo akhirnya memutuskan untuk membeli alutsista yang bekas. "Sebab, barangnya ready dan bisa segera digunakan. Transaksi sekarang, beberapa waktu kemudian sudah bisa didatangkan ke Tanah Air," ujarnya lagi.
Editor’s picks
Baca Juga: Kemenhan: Harga Kontrak 6 Jet Tempur Rafale Mencapai US$1,1 Miliar