Jokowi Bakal Terbitkan Keppres untuk Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK
Pemerintah ikuti putusan hakim MK yang tambah masa jabatan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan Presiden Joko "Jokowi" Widodo bakal menerbitkan Keppres untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019 hingga 2023. Tetapi, Keppres belum akan diterbitkan dalam waktu dekat, lantaran masa jabatan Firli Bahuri dkk baru habis pada 19 Desember 2023.
"(Keppres) itu gak diterbitkan segera. Kan habisnya (masa jabatan) masih 19 Desember," ungkap Mahfud di Istana Kepresidenan pada Jumat (9/6/2023).
Sikap ini diambil pemerintah usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan komisioner KPK, Nurul Ghufron yang menuntut agar jabatan pimpinan ditambah menjadi lima tahun. Apalagi keputusan MK bersifat final dan mengikat.
Setelah berkonsultasi dengan MK dan melaporkan ke Jokowi, maka pemerintah memilih untuk mengikuti putusan tersebut mulai periode Firli Bahuri. Dengan begitu, bila semula masa kerja Firli dkk bakal habis 19 Desember, mereka masih tetap menjabat hingga Desember 2024.
Mahfud juga menjelaskan bahwa pemerintah tidak akan membentuk panitia seleksi calon pimpinan komisi antirasuah. Semula, pansel tersebut bakal mulai bekerja pada Juni 2023.
"Pemerintah tidak membentuk pansel karena pemerintah terikat terhadap putusan MK, meskipun di dalam diskusi-diskusi, tidak semuanya setuju terhadap putusan MK tersebut," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Baca Juga: Pemerintah akan Konsultasi ke MK soal Masa Jabatan Pimpinan KPK
1. Pemerintah tak mau buat preseden buruk dengan membangkang dari putusan MK
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan bila pemerintah membangkang terhadap putusan MK maka bisa menciptakan preseden buruk. Sebab, suka atau tidak suka, putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Karena sekali tidak mengikuti, nanti pemerintah berikutnya juga membangkang terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga sekarang ya dengan sikap konstitusional, pemerintah ikut terhadap putusan MK," kata dia.
Sementara, dalam pandangan pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, menilai ada rasa tidak percaya diri dari pemerintah dalam menafsirkan putusan MK kali ini. Padahal, pemerintah, biasanya percaya diri dan langsung menafsirkan sendiri putusan MK.
Hal tersebut pernah terjadi ketika Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja diputuskan oleh MK inkonstitusional bersyarat. Pemerintah tidak berkonsultasi lagi dengan hakim konstitusi dan langsung berkoordinasi dengan DPR untuk mencari payung hukum bagi metode omnibus law. Pemerintah pun kemudian menganulir putusan MK itu dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Tapi, apapun itu, ya pemerintah memang ada di posisi yang serba salah. Di satu sisi kalau pemerintah tidak menjalankan putusan MK yang berkekuatan hukum tetap bisa dianggap melakukan perbuatan melawan hukum oleh UU nomor 30 tahun 2004," ujar Zainal di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat.
Editor’s picks
"Tetapi, dalam kasus berbeda sering kali pemerintah langsung nerimo saja atau kadang-kadang membuat penafsiran lain," katanya lagi.
Baca Juga: Ikuti Putusan MK, Pemerintah Tak Bentuk Pansel Cari Pimpinan KPK Baru