TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jokowi Dorong Malaysia Segera Selesaikan Negosiasi soal Pengiriman TKI

MoU pengiriman berikan jaminan perlindungan hukum bagi TKI

Ilustrasi - Sejumlah PMI dari Malaysia mengantre saat tiba di Bandara Internasional Kualanamu Kabupaten Deliserdang, Sumatra Utara, Kamis (9/4). (ANTARA FOTO/Septianda Perdana)

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Jumat (5/2/2021) mendorong Pemerintah Malaysia agar secepatnya merampungkan negosiasi nota kesepahaman (MoU) pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Negeri Jiran. MoU itu diharapkan bisa jadi payung perlindungan hukum bila PMI diperlakukan semena-mena di Malaysia. 

"Saya kembali menitipkan WNI kepada Pemerintah Malaysia dan terkait perlindungan PMI, saya menekankan pentingnya membuat MoU baru mengenai penempatan dan perlindungan pekerja domestik di Malaysia," ujar Jokowi ketika memberikan keterangan pers di Istana Merdeka usai melakukan pertemuan bilateral dengan PM Muhyiddin Yassin. 

Selain itu, mantan Gubernur DKI Jakarta menyarankan agar dua negara perlu membangun satu sistem khusus untuk menyelesaikan masalah penempatan tenaga kerja dan menghindarkan mereka jadi korban perdagangan manusia. Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Malaysia, Hermono, sempat mengatakan MoU itu sudah habis masa berlakunya sejak 2016 lalu. Tetapi, PMI justru tetap dikirim ke Negeri Jiran. 

Hal itu bertentangan dengan UU nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Hermono pun mendorong agar pemerintah segera menuntaskan negosiasi dengan Malaysia dan menetapkan timeline

"Apalagi ini kan bukan memulai bernegosiasi dari awal, tetapi kan merevisi (MoU). Ada beberapa isu diperjuangkan oleh pemerintah untuk diperkuat," ungkap Hermono ketika berbicara di program Ambassador's Talk by IDN Times pada 25 Desember 2020 lalu. 

Mengapa nota kesepahaman ini membutuhkan waktu yang lama untuk dinegosiasikan?

Baca Juga: Hubungan RI-Malaysia Erat, Jokowi: PM Muhyiddin Bisa Telepon Kapan Pun

Baca Juga: RI Kecam Malaysia Gegara TKI Kembali Jadi Korban Kekerasan Majikan

1. RI ingin agar permintaan tenaga kerja harus melalui jalur resmi Pemerintah Malaysia

Profil Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Malaysia, Hermono (IDN Times/Sukma Shakti)

Di dalam program itu, Hermono menjelaskan ada dua poin yang alot dinegosiasikan antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia. Pertama, semua pengiriman PMI ke Malaysia harus melalui satu jalur resmi saja yang diketahui oleh otoritas di sana. 

"Sementara, Pemerintah Malaysia sudah dua kali membuat kebijakan yang sifatnya unilateral (sepihak), misalnya journey performed visa (JVP). Jadi, turis-turis yang ingin menjadi asisten rumah tangga diberi visa, atau yang social visit untuk jalan-jalan lalu mau menjadi ART juga dikasih (visa). Padahal, ini berbahaya sebab mereka tidak disiapkan untuk itu (bekerja sebagai ART) dan rentan perlakuan trafficking," ungkap Hermono secara blak-blakan. 

Ia mengaku sempat terlibat di awal proses negosiasi dan meminta agar kebijakan itu dihentikan. Tetapi, Negeri Jiran justru membuat kebijakan sepihak lainnya yaitu sistem maid online

"Jadi, orang bisa mendaftar secara online bila membutuhkan ART. Ini kan sama juga, jelas-jelas melanggar UU di Indonesia. Jadi, one channel system untuk menghilangkan praktik-praktik seperti ini," tutur dia.  

Poin kedua yang alot didiskusikan dengan otoritas di Negeri Jiran yaitu masing-masing pekerja hanya boleh dibebakan satu jenis pekerjaan. Hal itu sesuai dengan ketentuan di dalam UU. 

"Biasanya di lapangan pekerja rumah tangga itu kan diberi pekerjaan dari A sampai Z. Nah, ini harus dibatasi. Sulit juga memang mengontrolnya. Tapi, ini tetap harus diperjuangkan karena itu amanat di dalam UU," ujarnya lagi. 

2. Malaysia meminta otoritas di Indonesia bisa pastikan semua PMI yang masuk lalui jalur legal

(Perdana Menteri baru Malaysia Muhyiddin Yassin) www.thestar.my

Sementara, PM Muhyiddin Yasin justru meminta kepada Pemerintah Indonesia agar memastikan PMI yang bekerja di Negeri Jiran, melalui proses yang legal. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan RI menunjukkan, jumlah PMI yang terdaftar di KBRI Kuala Lumpur 1,3 juta. Tetapi, angka di lapangan diperkirakan mencapai 4 juta TKI. Sisanya tidak terdaftar atau kemungkinan besar ilegal. 

Sebagai niat baik, Negeri Jiran membuat program yang disebut rekalibrasi bagi Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI). Program itu memungkinkan PMI yang bekerja di Negeri Jiran tanpa izin bisa kembali ke tanah air, asal memenuhi syarat. Otoritas Malaysia membuka program tersebut pada 16 November 2020 hingga 30 Juni 2021. 

"Saya juga meminta kepada Presiden Jokowi agar perwakilan Indonesia di Malaysia bisa menawarkan program rekalibrasi pulang (PRP) dan rekalibrasi tenaga kerja (PRTK) yang sedang berlangsung hingga 30 Juni 2021," tutur Muhyiddin. 

Baca Juga: Pengadilan di Malaysia Bebaskan Majikan Pembunuh TKI Adelina Lisao

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya