TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jokowi Kirimkan Surpres Sebagai Restu ke DPR Bahas Revisi UU KPK

KPK geram tidak diajak berdiskusi sama sekali

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Jakarta, IDN Times - Di tengah harapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tinggi kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo agar menolak revisi UU nomor 30 tahun 2002, rupanya Istana berkehendak lain. Jokowi malah telah mengirimkan surat presiden (surpres) ke DPR sebagai pertanda ia sudah memberi restu agar revisi UU KPK tersebut segera dibahas bersama antara pemerintah dengan anggota parlemen. 

Konfirmasi surpres telah dikirim disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Pratikno di Kementerian Sekretariat Negara pada Rabu (11/9). 

"Surpres RUU KPK sudah ditanda tangani oleh bapak presiden dan sudah dikirim ke DPR pada pagi ini," kata Pratikno kepada media. 

Namun, Pratikno menjelaskan kendati setuju dan memberikan lampu hijau agar revisi itu dibaha di antara pemerintah dan DPR, ada banyak poin yang dirombak di dalam draf yang disodorkan oleh DPR. 

"Tetapi bahwa DIM (Daftar Inventaris Masalah) yang pernah dikirim oleh pemerintah itu, banyak sekali yang merevisi draf RUU yang dikirim oleh DPR," tutur dia lagi. 

Lalu, poin apa saja yang akan diubah di dalam UU tersebut? Apa tanggapan KPK terkait surpres yang ternyata telah dikirim oleh Jokowi ke DPR? Apalagi sejak awal KPK menggantungkan harapan ke Presiden, namun seolah tak direspons. 

Baca Juga: Capim KPK Lili Pintauli Setuju UU KPK Direvisi, Asal untuk Menguatkan

1. Jokowi menegaskan walaupun UU nomor 30 tahun 2002 direvisi, tetapi tetap menguatkan lembaga KPK

(Surat presiden ke DPR agar revisi UU KPK segera dibahas) Istimewa

Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan kendati mantan Gubernur DKI Jakarta itu sudah mengirimkan surpes agar revisi UU nomor 30 tahun 2002 dibahas, namun ia menjamin komitmen Jokowi untuk memperkuat KPK sebagai lembaga tetap sama. Ia, kata Pratikno, tidak akan membiarkan KPK menjadi lembaga yang tak lagi independen. 

"Selebihnya, bapak presiden akan menjelaskan secara detail," kata Pratikno kemarin. 

Di dalam dokumen yang berhasil diperoleh IDN Times, terlihat surat yang dikirimkan kemarin bersifat sangat segera dikirimkan. Selain itu, surat terlihat ditembuskan ke delapan pihak, termasuk Wakil Presiden Jusuf "JK" Kalla, Ketua DPR, Bambang Soesatyo dan Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Wiranto. 

Di dalam surat juga tertulis perihal dokumen yakni penunjukkan wakil pemerintah untuk membahas rancangan undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. 

Baca Juga: Partai Pendukung Pro RUU KPK, Beranikah Jokowi Ambil Sikap Berbeda?

2. KPK geram tidak ikut dilibatkan dalam proses revisi UU nomor 30 tahun 2002

IDN Times/Santi Dewi

Informasi bahwa Jokowi telah mengirimkan surat presiden ke DPR sebagai restu agar pembahasan UU KPK dilakukan membuat geram internal institusi antirasuah. Mereka mengaku heran mengapa Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan DPR terlihat seolah-olah sengaja tidak melibatkan komisi antirasuah dalam diskusi tersebut. Padahal, UU nomor 30 tahun 2002 adalah dasar bagi mereka bekerja selama ini. 

"Yang dikhawatirkan oleh KPK akhirnya tiba jua. Surat Presiden tentang persetujuan revisi UU KPK telah dikirim ke DPR. KPK pun tidak diinformasikan pasal-pasal mana saja yang akan diubah. Apakah adab di negeri ini telah hilang?," ujar Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif melalui akun media sosialnya pada Rabu malam kemarin. 

Ia turut menyesalkan sikap DPR dan pemerintah yang seakan-akan menyembunyikan sesuatu dalam proses revisi UU KPK tersebut. 

"Sama sekali tidak ada transparansi baik dari DPR dan pemerintah," kata Syarif melalui pesan pendek kepada IDN Times

3. KPK akan meminta bertemu dengan pemerintah dan DPR untuk mengetahui pasal mana saja yang hendak diubah

IDN Times/Santi Dewi

Atas sikap tersebut yang ditempuh oleh Presiden Jokowi, maka pimpinan komisi antirasuah akan meminta waktu bertemu dengan pemerintah dan DPR. Sebab, mereka merasa berhak tahu pasal-pasal apa saja yang hendak direvisi. 

"Ini preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia, di mana DPR dan pemerintah berkonspirasi diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga tanpa berkonsultasi atau sekurang-kurangnya memberi tahu lembaga tersebut tentang hal-hal yang akan direvisi dari undang-undang mereka. Ini jelas bukan adab yang baik," kata Syarif melalui pesan pendek semalam. 

Ia pun mempertanyakan apakah mungkin presiden dan DPR akan melakukan hal serupa kepada lembaga lain seperti kepolisian dan kejaksaan. 

Baca Juga: Partai Pendukung Pro RUU KPK, Beranikah Jokowi Ambil Sikap Berbeda?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya